SOLO– Pola penyebaran paham terorisme saat ini mulai berubah yaitu dengan menyasar generasi Z yang notabene memiliki kehidupan 92 persen menggunakan gadget. Hal itu diungkapkan Kasi Partisipasi Masyarakat BNPT Letkol Laut Setyo Pranowo dalam workhsop ‘Literasi Digital, sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat’ di Solo, Jawa Tengah, Senin (10/9/2018).
Setyo mengungkapkan, jika sebelumnya para teroris berafiliasi dengan JI, maka saat ini teroris memilih untuk merubah haluan afiliasi dengan ISIS. Selain itu, sasaran para teroris juga berubah dari yang sebelumnya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pihak asing, maka sekarang siapapun yang tidak sesuai dengan paham mereka akan menjadi musuh dan patut dimusnahkan.
“Dan generasi Z menjadi sasaran baru dimana generasi ini merupakan generasi mudah terdampak konten media sosial. Karena hampir kehidupan generasi Z selalu berhubungan dengan gadget. Untuk itu, kita harus terus mengupayakan perang dengan teroris melalui media,” ujarnya.
Diimbuhkan Ketua PWI Solo, Anas Syahirul, pola penyebaran paham terorisme saat ini bersumber dari dunia digital. Dengan menyasar generasi Z dimana hampir 92% hidupnya berhubungan dengan media sosial dan gadget, hal ini mudah terjadi penyebaran.
“Kota Solo merupakan kota dinamis dan menjadi barometer dari semua gerakan. Dan gakta saat ini menunjukkan bagaimana media sosial gampang menjadi.medan perang ideologi. Maka kalau tidak diantisipasi bisa berbahaya. Ini harus dicegajh dengan memperkuat budaya literasi,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jateng Budiyanto mengungkapkan, Provinsi Jateng masuk dalam salah satu dari 12 daerah zona merah penyebaran radikalisme dan terorisme di Indonesia.
“Hal itu disebabkan karena mayoritas pelaku teroriame berasal dari Jawa Tengah. Korbannya juga orang Jawa Tengah. Selain itu, banyak organisasi disinyalir menganut paham tersebut dan berkembang di Jateng. Adapun daerah di Jateng yang masuk zona merah penyebaran radikalisme dan terorisme adalah Kota Solo,” paparnya.
Untuk itu, lanjut Budiyanto, dibutuhkan perhatian khusus agar radikalisme dan terorisme dapat diantisipasi. Yaitu dengan mewujudkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat, komunikasi dan koordinasi yang baik antar stakeholder yang ada.
“Pola dan jaringan terorisme dari sekian banyak kasus terorisme di Indonesia telah mengalami perubahan dan perkembangan dari satu pola ke pola yang lain. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi penyebaran terorisme, seperti kesamaan agenda dan perjuangan,” tukasnya. Triawati PP