JAKARTA – Presiden Filipina Rodrigo Duterte cukup unik, tegas dan kontroversial. Untuk pertama kalinya, dia membuat pengakuan yang mengejutkan.
Ia mengatakan bahwa dosa terbesarnya adalah membunuh di luar proses hukum (extrajudicial killing).
Berbicara di istana kepresidenan di ibukota Manila Kamis (27/9/2018), Duerte mengatakan bahwa ia bersedia untuk dikudeta dari jabatannya apabila masyarakat tidak senang dengan kinerjanya selama dua tahun ini, The New York Times melaporkan.
“Saya bertanya kepada anggota kemiliteran, apa salah saya? Apakah saya pernah mencuri bahkan satu peso?” kata Duterte. “Satu-satunya dosa saya adalah membunuh di luar hukum.”
Duerte tidak melanjutkan pidatonya lagi, tetapi kelompok-kelompok pembela HAM dan oposisi politik telah secara konsisten menuduh pemerintahan Duterte sangat berlebihan dengan pendekatan menembak dahulu, bertanya kemudian untuk melawan para pedagang narkoba sejak dirinya menjabat.
Jumlah korban operasi pemberangusan perdagangan narkoba yang dicanangkan Duterte bervariasi dan jumlah pasti sulit diketahui. Human Rights Watch mengklaim setidaknya 12.000 orang tewas sejak tindakan keras dimulai, di mana lebih dari 4.000 orang terbunuh oleh pasukan keamanan. Perkiraan pemerintah bahkan lebih tinggi, yakni sekitar 20.000 orang tewas.
Pengadilan Kriminal Internasional atau ICC mulai memeriksa pengaduan terhadap Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, terkait perang terhadap narkoba, yang dikabarkan telah merenggut 4.000 jiwa sejak digelar Juli 2016.
Duterte mengerahkan polisi dan tentara untuk mengejar para bandar dan pengedar narkoba lalu menembak mati mereka lewat mekanisme yang dikenal sebagai extrajudicial killing.
Kepala Jaksa Penuntut ICC, Fatou Bensouda, mengatakan pemeriksaan kasus ini untuk menentukan apakah Duterte telah melakukan kejahatan kemanusiaan.
Poin kedua adalah apakah pengadilan berbasis di Haque ini memiliki yurisdiksi untuk mengadili perkara ini dan membawa tersangka ke proses persidangan.
Juru bicara Duterte, Harry Roque mengaku telah membahas kerja ICC dengan Duterte selama dua jam. Saat itu, Duterte mengaku siap menjalani proses pengadilan.
“Dia bosan dan lelah menjadi tertuduh.Dia ingin berada di pengadilan berhadapan dengan jaksa penuntut,” kata Roque, ahli hukum internasional tentang sikap presiden Rodrigo Duterte yang diadukan para penggiat HAM dan keluarga korban ke ICC akibat kebijakan perang terhadap narkoba. #tempo.co