SOLO – Di era milenial ini, ada kecenderungan anak diperbolehkan menggunakan atau memiliki HP pada usia dini. Tak heran kalau sering terlihat bocah usia tiga tahun saja sudah asyik dengan “kotak” ajaib tersebut.
Di satu sisi, fenomena ini memunculkan anggapan adanya anak gaul di zaman milenial. Namun benarkah demikian? Menurut praktisi pendidikan dan penulis buku, J Sumardianta, hal itu bentuk dari salah kaprah dalam memaknai zaman milenial.
“Idealnya, seorang anak baru boleh memegang HP pada usia 14 tahun,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam seminar Menumbuhkan Literasi di Tengah Ancaman Cyber Parenting di Grand Atrium Solo Paragon Mall, Selasa (23/10/2018) sore.
Seminar digelar dalam rangka Peringatan 64 Tahun (Tumbuk Ageng) Yayasan Marsudirini. Hadir pula menjadi narasumber, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Surakarta, Dra Sis Ismiyati MM.
Lebih lanjut Sumardianta mencontohkan, seorang Bil Gates saja menerapkan pola tersebut. Yakni menjauhkan anak-anaknya dari gadget ketika usia mereka masih kecil.
Dijelaskan Sumardianta, keberadaan internet senantiasa berkelindan dengan smartphone maupun sosial media (sosmed).
Apabila seorang anak sudah kecanduan gadget dan terjerat dalam pusaran tersebut, maka sebagian besar waktunya akan terampas dengan sendirinya.
“Padahal kontak fisik dan tatapan mata orang tua, secara psikologis akan menimbulkan energi positif dalam diri anak,” jelasnya.
Karena itu, ujar Sumardianta, jika orang tua tidak bijak, keberadaan smartphone justru bisa melumpuhkan energi anak. Smartphone telah merampas waktu anak untuk melakukan aktivitas fisik, yang sebenarnya sangat dibutuhkan pada masa pertumbuhannya.
Sementara itu Kepala Arpusda Kota Surakarta Dra Sis Ismiyati MM mengatakan, kemajuan teknologi informasi memang tidak biasa dibendung. Menurut istilahnya, kemajuan teknologi adalah “tak kena ora”, artinya mau tak mau memang harus terjadi.
Karena itu, ujar Ismi, yang perlu dilakukan guru dan orang tua adalah menumbuhkan budaya literasi. Justru di tengah ancaman cyber parenting ini, anak perlu dibiasakan membaca buku.
Menjawab tantangan kemajuan teknologi ini, ujar Ismi, bukan jamannya sekarang Arpusda menunggu. Kini, Arpusda justru jemput bola si tengah masyarakat dan sekolah.
Selain menggencarkan promosi keluar, Arpusda, ujar Ismi, juga melakukan pembenahan internal. Misalnya dengan pembangunan ruang 6 dimensi, penyediaan sarana teknologi informasi dan ruang berkegiatan.
“Di era sekarang, berkunjung ke Perpustakaan itu bukan sekadar untuk membaca buku. Melainkan juga untuk beraktivitas,” bebernya.
Salah satu terobosan yang dilakukan Arpusda untuk menumbuhkan literasi sejak dini adalah dengan program Bolo Kuncoro, kepanjangan dari Bocah Solo Tekun Moco Aksoro.
Dalam program tersebut, setiap warga Kota Solo yang melahirkan, akan dihadiahi satu buku cerita anak. Ini dilakukan dengan maksud untuk membudayakan membaca dan bercerita sejak dini.
Dalam seminar yang bersifat interaktif tersebut, Sis Ismiyati mengajak guru dan orang tua murid untuk menjadi anggota perpustakaan Kota Surakarta.
Meski suasana mall hiruk pikuk, namun audiens tetap fokus memperhatikan uraian kedua narasumber. Bahkan saat sesi tanya jawab dibuka, cukup banyak penanya, hingga waktu selesai molor 15 menit. #suhamdani