PAPUA- Sejumlah oknum pegawai di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU-PR) Provinsi Papua diduga mengeroyok seorang pengusaha bermana Mathen Nikson Ondi Wafumilena.
Selain melaporkan pengeroyokan yang dialaminya ke Polsek. Jayapura Utara, Kota Jayapura pascakejadian, korban juga mengadu ke Komisi I DPR Papua yang membidangi hukum dan HAM, Kamis 15 November 2018.
Mathen Nikson Ondi Wafumilena mengatakan, pada hari sebelum kejadian ia bertemu seorang pengusaha berinisial RA yang merupakan koordinator pihaknya di Kantor Dinas PUPR Papua.
Ia kemudian menanyakan kepada AR mengapa pada pengumumam ketiga, perusahaannya tidak ada dalam daftar nama perusahan yang sudah diverifikasi. Padahal saat pengumuman pertama dan kedua ada.
“Kami kemudian berdebat di ruang Bimtek Dinas PUPR. Saya memang sempat memukul meja kosong yang ada di situ. Tapi saya tidak ribut dengan pegawai. Namun tidak tahu kenapa, pegawai datang pukul saya. Mereka keroyok saya beramai-ramai,” kata Ondi Wafumilena usai bertemu Wakil Ketua Komisi I DPR Papua, Tan Wie Long.
Menurutnya, ia tidak tahu nama-nama sejumlah oknum yang diduga pegawai Dinas PUPR yang mengeroyoknya. Namun ia tahu kalau para terduga adalah pegawai di dinas tersebut.
Beberapa saat setelah kejadian, ia kemudian membuat laporan polisi di Polsek Jayapura Utara dengan nomor TBL/XI/2018/Papua/Res Jpr Kota/Sek Japut. Namun ketika akan melakukan visum di rumah sakit, dokter menyatakan harus berurusan dengan polisi terlebih dahulu (surat pengantar dari kepolisian).
“Sampai sekarang saya belum visum. Saya sudah berusaha bertemu Kadis PU tapi ada stafnya menyatakan masalah sudah di polisi jadi urusannya di polisi saja,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi I DPR Papua, Tan Wie Long mengatakan, jika memang para terduga pelaku merupakan pegawai Dinas PUPR, tentu hal itu disesalkan karena ASN adalah pelayanan masyarakat.
Ia berharap, polisi dapat menindaklanjuti laporan korban pada proses lebih lanjut untuk memberikan keadilan hukum kepada korban. Namun ia mempertanyakan mengapa setelah melapor, Polsek tidak memberikan surat penantar untuk visum di rumah sakit.
Padahal hingga kini masih ada lebam di wajah korban.
“Harus ada tindakan hukum terhadap para terduga sebagai efek jera. Apa pun alasan masalah, penganiayaan tak dibenarkan,” kata Tan.
Sementara Kapolsek Jayapura Utara, AKP Robby Awek saat dikonfirmasi Jubi membenarkan adanya laporan dugaan pengeroyokan itu. Namun menurutnya, hingga kini masih dalam penyelidikan, dan belum ada saksi yang dimintai keterangan.
“Masih tunggu hasil visum dari rumah sakit. Saat itu dia (korban) dalam keadaan pengaruh minuman beralkohol,” kata AKP Robby Awek.