JAKARTA – Sebelum terjadinya tsunami di selat Sunda Sabtu (22/12/2018) pukul 21.27 WIB Anak Gunung Krakatau mengalami erupsi berulang kali.
Hal itu dikatakan oleh seorang saksi mata tsunami Selat Sunda, Federal Hendi Alfatih. Pegiat komunitas sepeda Bike Camp Ceria itu mengatakan gunung meletus berkali-kali terjadi sejak Sabtu siang. “Suaranya keras kayak gledek, letusannya kelihatan sampai ke Anyer,” kata dia Minggu, (23/12/2018).
Hendi bersepeda bersama tiga temannya ke kawasan Anyer. Dia berangkat dari Cilegon pada Sabtu, pagi hari. Sampai di Anyer sekitar pukul 09.00, Hendi berkemah di Pantai Palem Cibeureum, Anyer.
Berkemah di tepi pantai, Hendi mengatakan kondisi gelombang masih normal hingga maghrib. Namun, menjelang malam, suara letusan gunung sudah tidak sesering pada siang hari. Hanya saja dari kejauhan, muntahan lava Gunung Anak Krakatau terlihat jelas karena kondisi sudah gelap.
Hendi menuturkan sekitar pukul 21.00, temannya bernama Dika, mulai menyadari gelombang laut semakim membesar. Hendi mengira itu hanya gelombang pasang saja. Namun, tak berapa lama, gelombang makin membesar dan mulai memasuki daratan tempatnya berkemah. “Saya bilang ke teman saya, ‘Dik, Dik… makin gede, Dik. Gelombangnya makin gede…’ Eh, itu gelombang beneran makin gede.”
Melihat gelombang makin besar, Hendi dan kawan-kawan panik. Mereka langsung berlari ke arah jalan raya. Semua barangnya ditinggalkan di tenda. Sampai di jalan raya, ternyata banyak juga masyarakat yang juga berusaha melarikan diri. Namun, tak berapa lama air kembali surut.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut gelombang tinggi terjadi pada Sabtu, sekitar pukul 21.27. BNPB menyatakan penyebab tsunami Selat Sunda adalah longsor di bawah laut yang diperkirakan pengaruh erupsi Gunung Anak Krakatau. Tercatat sejauh ini 62 orang tewas, 584 orang luka-luka, dan dua orang hilang akibat terjangan gelombang itu. Ribuan orang pesisir Pandeglang, Jawa Barat, mengungsi.