SOLO-Obyek wisata di kompleks bekas pabrik gula Colomadu, Karanganyar bertambah. PT Sinergi Colomadu selaku pengelola kawasan De Tjolomadu membuka museum yang menyajikan benda-benda bersejarah serta kisah perjalanan pabrik gula Colomadu dan diberi nama Museum De Tjolomadu.
Museum De Tjolomadu ini diresmikan, Sabtu (8/12/2018) bertepatan dengan 157 tahun usia pabrik gula tersebut. Museum yang menempati bagian depan bangunan bekas pabrik gula itu menampilkan koleksi benda-benda yang terkait dengan perjalanan pabrik gula tersebut.
Seperti misalnya, gambar desain bangunan pabrik, perlengkapan olah raga yang digunakan masa lalu, seragam pegawai dan lainnya. Namun yang paling banyak disajikan dalam museum tersebut adalah kisah-kisah seputar sejarah pabrik gula.
“Museum De Tjolomadu ini mengisahkan mengenai perjalanan dan kehebatan Pabrik Gula Colomadu pada masa itu. Masyarakat bisa mengetahui sejarah pabrik gula ini dengan mengujungi museum ini,” ungkap Rachmat Priyatno, Direktur PT Sinergi Colomadu, selaku pengelola De Tjolomadu saat soft launching Museum De Tjolomadu, Sabtu (8/12/2018).
Ditambahkan Rahmat, Museum De Tjolomadu tidak sekedar museum dari pabrik gula nomor dua di dunia setelah Kuba di tahun 1925, namun museum yang ada di Jalan Adi Sucipto, Surakarta ini menyajikan museum yang berbeda.
“Disini ada kisah perjalanan pabrik gula terbesar kedua di dunia. Di sini juga ada yang berbeda yakni menjadi digital experience museum. Di sini kita bisa belajar sejarah dengan lebih kekinian, Museum ini akan menceritakan tentang pabrik gula yang di desain dengan konsep digital multimedia,” kata.
Lebih jauh Rachmat menjelaskan, museum dari pabrik gula yang dibangun 8 Desember 1861 ini menampilkan sajian museum kekinian dengan virtual reality, hologram dan mini bioskop yang memutar film pendek dari kisah-kisah perjuangan Mangkunegaran IV, yang saat itu mendirikan PG Colomadu. Itulah yang disebut sebagai digital experience museum. “Ada juga koleksi arsip, dan artefak PG Colomadu sewaktu pernah beroperasi,” ungkapnya.
Museum De Tjolomadu ditempatkan di bagian depan bangunan bekas pabrik atau tepatnya di stasiun penggilingan. Di tempat ini juga ada mesin-mesin pembuatan gula yang ada sejak tahun 1861. “Semua bangunan utama masih dipertahankan hingga memiliki seni arsitektur yang tinggi. Sehingga menambah daya tarik museum juga,” tambah Achmad Ridho, Marketing Manager De Tjolomadu.
Yang juga menarik dari kisah pendirian museum ini adalah proses pendriannya terutama dalam mendapatkan artefak-artefak yang terkait dengan PG Colomadu. Sebagian besar benda-benda tersebut diperoleh dari reruntuhan bangunan atau di bangunan-bangunan yang mangkrak. “Bahkan kami juga mendapatkan benda-benda bersejarah itu di rumah-rumah dinas PG, lalu kami kumpulkan dan dilakukan riset,” tambah Ridho.
Misalnya kertas-kertas cetak biru dari sejumlah bangunan yang ditemukan di dalam bangunan yang dulu mangkrak. “Benda-benda itu sangat berarti karena masih ada sampai sekarang walaupun sebagian sudah robek-robek,” katanya.
Museum De Tjolomadu itu sudah dilakukan uji coba sejak bulan Desember tahun lalu. Namun mulai 8 Desember 2018, untuk masuk di museum De Tjolomadu dikenai tiket masuk Rp 25.000 dengan bonus softdrink.
“Kami mulai menetapkan tiket masuk, all day Senin tutup. Kami ingin masyarakat juga menghargai museum karena untuk maintenance tidaklah mudah dan murah. Dengan tiket sebesar itu kami yakin tidak mengecewakan karena akan mendapatkan banyak ilmu pengetahuan sejarah gula di Indonesia dengan konsep milenial,” tambah Sendi Tinangon, PR De Tjolomadu.
Bekas PG Colomadu tersebut kini makin lengkap dengan adanya museum. Kawasan De Tjolomadu didesain menjadi bangunan yang mengombinasikan destinasi wisata dan mice dengan latar belakang cagar budaya.
De Tjolomadu juga memiliki concert hall, multi function hall, exhibition venue, venue outdoor, dan spot foto heritage. Selain itu pihaknya juga menyediakan wedding package di dalam bangunan heritage.(Syahirul)