Beranda Daerah Sragen Sempat Geger Status KLB DBD, Bupati Sragen Tegaskan Status Masih Waspada KLB....

Sempat Geger Status KLB DBD, Bupati Sragen Tegaskan Status Masih Waspada KLB. Sebut Suspect 588, Tapi Tren Kasus Mulai Menurun! 

Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Foto/Wardoyo
Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Foto/Wardoyo

SRAGEN- Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati menegaskan Pemkab Sragen belum menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus demam berdarah dengue (DBD). Sebaliknya, ia memastikan saat ini status wabah DBD di Sragen masih dalam tahapan waspada KLB.

Penegasan itu disampaikan bupati menyusul kabar soal penetapan KLB DBD beberapa waktu lalu. Menurutnya, meski prevalensi kasus DBD bulan Januari menunjukkan angka cukup signifikan, namun dirinya dirasa belum perlu menerbitkan surat keputusan (SK) tentang KLB DBD.

Kepastian itu diambil setelah rapat koordinasi bersama Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK), rumah sakit dan Puskesmas di Kabupaten Sragen Senin (28/1/2019).

“Sehingga kami ambil kesimpulan bahwa Kabupaten Sragen menetapkan status kewaspadaan kejadian luar biasa. Dengan beberapa intervensi yang kita lakukan dan tren jumlah kasus semakin ke sini semakin menurun,” papar Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati di hadapan wartawan, Senin (28/1/2019).

Yuni menjelaskan status waspada KLB itu didasarkan progres hasil clearance atau verifikasi atas laporan suspect DBD yang sudah dilakukan tim DKK Sragen dalam sepekan terakhir. Menurutnya,DKK telah memberi laporan tentang hasil akhir verifikasi terhadap data penderita DHS yang ada di Kabupaten Sragen selama bulan Januari 2018.

Hasilnya, dari jumlah DBD per 27 Januari 2019 ada sekitar 588 yang terlapor, yang positif DBD hanya tercatat 265 saja.

Setelah dilaksanakan clearance data dari KDRS (kewaspadaan dini rumah sakit), kemudian kasus DD terverifikasi 82.

Kemudian, langkah intervensi yang sudah digencarkan sejak 14 Januari dengan mendirikan posko kesehatan di Puskesmas-puskesmas yang tersebar di 20 kecamatan, juga telah menurunkan angka kasus DBD.

Baca Juga :  Puluhan Warga Desa Ngargosari Sumberlawang Sragen Berburu Entung Jati, Dimasak Rica-Rica hingga Dijual Mentah Rp15.000 per Gelas

“Apa saja intervensi itu termasuk ada posko kesehatan, melaksanakan foging dan PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Dari jumlah kasus demam berdarah dengue mengalami penurunan sejak tanggal 14 Januari. Dari siklus itu khan didapatkan dari 10 hari sampai dengan 2 minggu usia jentik nyamuk itu hingga tanggal 28 Januari ada penurunan yang cukup signifikan,” jelasnya.

Ia berharap keseriusan Pemkab itu juga diimbangi dengan sikap proaktif semua pihak untuk bersama-sama mencegah penyebaran DB.

Sementara, dari data yang tercatat di DKK, kecamatan yang terbanyak penderita DBD-nya,

Mondokan, Tangen, Tanon, Sumberlawang dan Gemolong. Semua itu mengalami penurunan dan pendirian posko penanganan DBD di Sragen cukup berhasil.

“Penurunan sejak tanggal 20 Januari atau setelah posko siaga, cukup efektif hasil kerja posko sesuai faktor hidup nyamuk 9 sampai dengan 12 hari,” terangnya.

Sekda Sragen, Tatag Prabawanto menguraikan status KLB dirasa belum perlu lantaran upaya penanganan yang dilakukan sejauh ini sudah mampu menurunkan prevalensi kasus DBD. Menurutnya, penetapan status KLB tak bisa serta merta hanya mendasarkan pada tingginya kasus dalam periode beberapa pekan saja.

Akan tetapi, perlu dipertimbangkan tren kasus dalam kurun satu tahun dan dikomparasikan dengan kasus periode tahun sebelumnya.

“Apalagi data yang masuk di awal kemarin, belum semuanya terverifikasi. Tak mungkin Pemkab serta merta menetapkan KLB ketika datanya belum clear,” tuturnya.

Baca Juga :  Satuan Narkoba Polres Sragen Tangkap Pelaku Pengedar Narkoba Jenis Sabu dan Obat Berbahaya Lainnya

Sementara, Kepala DKK Hargiyanto didampingi Kabid P2PL DKK, Agus Sudarmanto menegaskan untuk menentukan status KLB DBD, memang tidak bisa hanya mendasarkan pada banyaknya kasus dalam rentang waktu pendek di beberapa pekan saja. Akan tetapi harus diperhitungkan dalam setahun.

Ia menggambarkan bisa jadi tren di Januari 2019, kasus DBD memang ada peningkatan. Akan tetapi, belum tentu pula peningkatan itu akan terjadi di bulan berikutnya selama setahun ini.

“Sebenarnya peningkatan kasus DBD terjadi di minggu kedua Desember 2018. Makanya supaya kita waspada, yang kita lakukan adalah mengantisipasi agar tren tidak terus meningkat. Penentuan KLB itu secara studi epidemologis bisa, tapi dimaksudkan untuk mengantisipasi dampak saja. Kalau sudah terantisipasi dengan baik, kami kira penentuan status KLB tidak diperlukan. Dan sampai hari ini tanggal 28 Januari 2019, sudah terantisipasi,” tandas Agus. Wardoyo