SRAGEN- Misteri pemicu ambrolnya 2 titik proyek talud jalur Gonggangan-Sukodono, tepatnya di Desa Bendo dan Juwok, Senin (4/2/2019) akhirnya terjawab. Menurut kesaksian warga, perjalanan pengerjaan proyek beranggaran Rp 2,918 miliar itu memang sudah sarat ketidakberesan terutama dari sisi kualitas material dan adukan.
Hal itulah yang disinyalir membuat kualitas talud penguat jembatan menjadi rapuh dan hancur meski baru seumur jagung. Buruknya kualitas material dan pengerjaan juga dinilai menjadi penyebab talud ambrol dan ambles total.
“Padahal baru selesai dibangun 4 bulan. Masih baru jane. Tapi gimana lagi, wong memang materiale enggak karuan. Saya tahu sendiri, adukane (campuran cor-coran) seperti awu (abu). Semen sak kresek untuk 3 molen (semen satu sak untuk 3 molen). Gimana mau kuat Mas,” ujar Sugimin (55) warg Dukuh Juwok, Desa Juwok, Sukodono yang tinggal di dekat lokasi talud ambrol saat ditemui Selasa (5/2/2019).
Sugimin menuturkan selama pengerjaan, sebenarnya warga tak tinggal diam. Warga sudah berbaik hati dengan menyuplai logistik makanan dan minuman secara gotong royong setiap hari dari donasi warga.
Hal itu dilakukan dengan harapan agar pengerjaan proyek bisa bagus dan sesuai dengan spek. Namun apa mau dikata, menurutnya keinginan warga mendapat proyek bagus, tak berbanding lurus dengan realita pengerjaan oleh rekanan.
“Anggarannya miliaran, kudune ya bisa bagus ta Mas. Minimal ya sing rada patut. Lha kok ini enggak. Dari awal kami lihat adukannya saja sudah nggak sreg. Akhirnya ya begini, baru kena hujan dikit saja sudah jebol. Jelas warga kecewa karena ini jelas membahayakan. Apalagi ini dekat tikungan dan urugan sudah ambles. Kalau ada truk berat dan nggak tahu, bisa bablas,” tuturnya.
Senada, tokoh Desa Juwok lainnya, Ahmad Yajri menuturkan sebenarnya debit air yang mengguyur Senin (4/2/2019) sore, tak begitu deras. Ia juga sepakat ambrolnya talud lebih karena faktor kualitas pengerjaan dan material yang kualitasnya tak bagus serta jauh di bawah spesifikasi.
“Yang kerja proyek itu nggomong sendiri, satu sak semen dipakai untuk 3 molen. Padahal aturannya satu molen itu untuk ukuran proyek besar gini harusnya satu sak semen lebih. Wong airnya kemarin itu juga nggak begitu kencang. Kalau materialnya bagus, nggak akan ambrol. Tapi ini lihat, diinjak saja sudah langsung retak,” tuturnya.
Tak hanya di titik Juwok, kondisi serupa juga terjadi di proyek talud di Desa Bendo, yang masih satu paket dengan proyek yang sama. Supardi (50), warga Dukuh Gonggangan RT 28, Bendo, dekat talud yang ambrol juga menuturkan kualitas pengerjaan talud dan cor jalan di depannya, memang kurang bagus.
“Satu sak semen juga untuk beberapa molen. Tiga molen kalau enggak salah. Saya nggak begitu mudeng bangunan, ya diam saja. Saya tahu wong molen dan alatnya ditaruh di sini semua. Tapi Pakde saya di sebelah itu yang tukang batu, sempat berani ngelokne (menegur) pekerjanya semene suruh nambahi karena terlalu sedikit,” ujarnya.
Dari papan proyek, tercantum bahwa proyek talud itu masuk di proyek Peningkatan Jalan Gonggangan-Sukodono dengan anggaran Rp 2,918 miliar. Proyek itu dikerjakan dalam durasi 180 hari dengan rekanan pemenang PT Sarana Putra Sragen.
Proyek didanai dari APBD Provinsi Tahun Anggaran 2018.
Proyek jalan dan talud itu memiliki spek panjang 1,65 km dan lebar 4,5 meter. Terkait kerusakan talud itu, Kabid Bina Marga DPU PR Sragen, Albert Pramono Susanto mengaku belum mendapat laporan.
Namun ia memastikan akan segera mengecek ke lokasi dan menurutnya jika baru selesai dibangun, maka perbaikan jadi tanggungjawab rekanan.
“Nanti rekanan harus memperbaiki sampai selesai. Itu masih tanggungjawab rekanan,” tukasnya. Wardoyo