Beranda Daerah Semarang Ini Berbagai Penyimpangan Ajaran Islam Sejati di Kebumen Yang Dinilai Sesat

Ini Berbagai Penyimpangan Ajaran Islam Sejati di Kebumen Yang Dinilai Sesat

Pertaubatan pengikut ajaran Islam Sejati di masjid Polres Kebumen. Tribunjateng/Istimewa
Pertaubatan pengikut ajaran Islam Sejati di masjid Polres Kebumen. Tribunjateng/Istimewa

KEBUMEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Para pengikut Islam Sejati di Kebumen akhirnya menyadari kesalahannya karena telah mengikuti ajaran tak benar.

Mereka berbondong-bondong kembali ke ajaran Islam.

Pemimpin kelompok pengikut ajaran itu, Hadi alias HS, warga Kelurahan Kebumen Kecamatan Kebumen mulanya dikenal sebagai orang yang bisa melakukan pengobatan tradisional.

Tetapi belakangan ia membuat heboh warga lantaran diduga membawa ajaran tak wajar.

Ia bahkan menyusun buku yang disebut kitab ajaran Islam Sejati.

Dari pengakuannya, kitab itu lahir berdasarkan bisikan gaib.

Kitab itu ditulis dalam bahasa Jawa, dengan huruf latin dan huruf Jawa.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kebumen, Kiai Haji Nur Sodiq, mengaku sempat membaca kitab ajaran sesat itu meski belum tuntas.

Ia menyimpulkan isi buku tersebut melenceng dari kaidah Islam Ahlussunah Wal Jamaah.

Di antara penyimpangan itu terletak pada kalimat syahadatnya.

Dalam ajaran Islam Sejati, ada tambahan kata ‘Nuuro’ sebelum kata Muhammad dalam kalimat syahadat.

Penambahan kata itu berpotensi mengubah makna kalimat syahadat yang sesungguhnya sehingga dianggap melenceng.

Baca Juga :  Terdorong Hati Nurani, Purnawirawan Polri di Jawa Tengah Deklarasi Dukung Andika Perkasa-Hendrar Prihadi

“Syahadatnya ada tambahan ‘Waasyhaduanna Nuuro Muhammadarrosuululloh’,” terang dia, Jumat (8/3/2019).

Ia juga tak menemukan istilah puasa Ramadan, melainkan puasa dari Magrib hingga Magrib.

Ajaran itu juga mengenal istilah puasa khos, yakni puasa selama tiga hari tiga malam.

Ada lagi puasa khosul khos yang berarti puasa lebih dari tiga hari.

Keanehan lain ajaran itu, menurut dia, adalah sewaktu sujud diperintahkan menambahkan bacaan tertentu di luar kaidah.

“Di dalam sujudnya, disuruh baca doa para Jawa,” tambahnya.

Kekeliruan lain yang dia temukan dalam ajaran itu adalah pemaknaan tentang Ahlussunah Wal Jamaah yang diartikan gotong royong.

Sedangkan Ahlussunah Wal Jamaah, sebagaimana diketahui umum, adalah satu kelompok dalam Islam yang dianut oleh mayoritas umat muslim di dunia, termasuk di Indonesia.

Nur Sodiq menjelaskan, setidaknya terdapat 10 tanda-tanda ajaran yang menyimpang dari kaidah agama Islam.

Di antara tanda ajaran menyimpang itu, adanya tambahan atau pengurangan rukun Iman maupun Islam.

Atau mengingkari salah satu rukun iman dan Islam.

Baca Juga :  Gandeng KPID, Kemenag Jateng Akan Pantau Siaran Keagamaan

Kemudian mengingkari Al Quran dan Hadits sebagai landasan hukum.

Ajaran menyimpang juga biasa dilakukan dengan mengubah tata cara ibadah seperti dilakukan umat Islam pada umumnya.

Bentuk penyimpangan lain adalah mengkafirkan kelompok lain di luar kelompoknya.

Serta meyakini ada nabi lain setelah Nabi Muhammad SAW.

Jika masyarakat menjumpai ajaran dengan tanda-tanda seperti itu, patutnya dihindari.

www.tribunnews.com