Beranda Nasional Jogja Malioboro Siap Sambut Wisatawan Saat Libur Lebaran, Ada Seni Instalasi Pre Even...

Malioboro Siap Sambut Wisatawan Saat Libur Lebaran, Ada Seni Instalasi Pre Even FKY 2019

Seni instalasi berupa panji dengan aksara Jawa dan bunga di kawasan wisata Malioboro Yogyakarta. Foto: TEMPO/Shinta Maharani
Seni instalasi berupa panji dengan aksara Jawa dan bunga di kawasan wisata Malioboro Yogyakarta. TEMPO | Shinta Maharani

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Salah satu tempat wisata andalan di kota Yogyakarta adalah Malioboro. Saat ini Malioboro telah berbenah dan siap menyambut kedatangan wisatawan saat Libur Lebaran 2019.

Di kawasan Malioboro, pengunjung bisa menikmati beragam agenda seni budaya dalam rangkaian Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) yang berlangsung pada 4 – 21 Juli mendatang.

Sebelum acara besarnya dimulai bulan depan, panitia Festival Kebudayaan Yogyakarta, menggelar pre-event dengan memasang seni instalasi berupa bunga yang tumbuh di pot berbahan tanah liat dan panji atau bendera bertuliskan aksara Jawa. Seni instalasi itu diletakkan di lokasi yang biasa dijadikan tempat selfie wisatawan.

Sejumlah seni instalasi dipasang di Malioboro paling utara, depan Dinas Pariwisata, depan Malioboro Mall, dan perempatan toko batik Terang Bulan. Panji bertuliskaan aksara Jawa itu punya makna filosofi, misalnya ojo dumeh yang punya arti jangan mentang-mentang. Frasa itu mengajarkan orang untuk tidak sombong.

Selain seni instalasi mini, ada juga atraksi seni jalanan beriring drum band. Atraksi itu mirip kabaret. Penampil mengenakan kostum berwarna warni, berkeliling di sepanjang kawasan wisata Malioboro pada Sabtu, 1 Juni 2019.

Ada yang mengenakan topeng berbentuk burung dan badut yang sedang mengayuh sepeda dan memainkan bola. Para penampil ini juga menari, menghibur kerumunan pengunjung. “Ini sosialisasi Festival Kebudayaan Yogyakarta,” kata Ketua Umum festival tersebut, Paksi Raras Alit, Minggu 2 Juni 2019.

Baca Juga :  Merasa Tertipu, Puluhan Pedagang Pasar Sambilegi Gugat BMT BUS di PA Sleman

Rangkaian Festival Kebudayaan Yogyakarta bertajuk Mulanira Malyabhara berpusat di Malioboro dengan mengambil filosofi sejarah Malioboro. Paksi merujuk pada kajian sejarawan Peter Carey tentang Malioboro. Kata Malioboro berasal dari bahasa Sanskerta Malyabhara yang punya arti jalan yang beruntaikan bunga.

Malioboro digunakan untuk menyambut tamu-tamu agung, seperti raja-raja. Jalan-jalan di sepanjang Malioboro hingga Keraton Yogyakarta dulu dipasangi untaian bunga, penjor atau rangkaian janur kuning yang menjulang untuk menyaambut tamu-tamu besar itu.

Mulanira punya arti awal dimulai. Selain itu, Mulanira juga membawa semangat keterbukaan terhadap berbagai kebudayaan yang masuk ke Yogyakarta. Kota ini tidak hanya dikenal melalui seni tradisi atau heritage, melainkan berinteraksi atau bercampur dengan kebudayaan lain. Contohnya adalah arsitektur bergaya Eropa, yakni Benteng Vredenburg. Ada juga Gedung Agung. “Sejak awal Yogyakarta itu kosmopolitan. Percampuran heritage, budaya populer, dan kontemporer,” kata Paksi.

Panitia juga menyiapkan acara seni jatilan dan penjor pada 15 Juni 2019 di depan Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta atau dikenal sebagai Kepatihan. Pada 29 Juni 2019, ada rangkaian bunga dan acara berkonsep campuran Jawa – Eropa di depan Benteng Vredeburg. Pada tanggal itu juga diadakan pentas seni keroncong. “Bunga-bunga tropis akan menghiasi depan Benteng Vredeburg,” kata Anggota Divisi Komunikasi Festival Kebudayaan Yogyakarta, Amelberga Astri Prasetyaningtyas.

Baca Juga :  Diduga Gelapkan Dana Perusahaan, Direktur PT Taru Martani Dituntut 13 Tahun Penjara

Festival Kebudayaan Yogyakarta merupakan sebutan baru untuk Festival Kesenian Yogyakarta atau FKY yang telah digelar selama 30 tahun. Nama festival itu berganti mengikuti aturan yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kesenian dalam FKY selama ini misalnya identik dengan pertunjukan tari.

Dalam Festival Kebudayaan kali ini, panitia harus menyuguhkan seni budaya yang berwujud atau berbentuk dan yang tidak berbentuk. Yang berwujud misalnya aksara Jawa sebagai ikon visual Festival Kebudayaan Yogyakarta. Sedangkan yang tidak berwujud misalnya ajaran dan filosofi Jawa. Festival ini mengulas kembali ajaran-ajaran Ki Hadjar Dewantara di Taman Siswa.

www.tempo.co