SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemkab Sragen memetakan ada 36 desa di 7 kecamatan yang rawan krisis air bersih. Memasuki musim kemarau ini, Pemkab mulai melakukan persiapan dengan menggelar rapat besar-besaran melibatkan semua instansi terkait.
Rapat koordinasi digelar Selasa (2/7/2019) dipimpin bupati di ruang Bupati Sragen. Rapat dihadiri oleh Bupati, Sekda, BPBD, 7 camat wilayah kekeringan, Dinas Sosial dan PMI.
Sekda Sragen, Tatag Prabawanto mengatakan berdasarkan peta kekeringan tahun lalu, potensi ancaman krisis air ada di 36 desa di 7 kecamatan. Masing-masing Kecamatan Sumberlawang, Jenar, Miri, Mondokan, Tangen, dan Sukodono.
Sebagai antisipasi, Pemkab sudah meminta semua camat di wilayah kekeringan untuk siaga dan menginventarisasi titik-titik di wilayahnya yang mengalami kekeringan dan melakukan pendataan. Setiap kejadian dan permintaan air bersih diharapkan bisa terlayani dengan baik.
“Kami juga akan menyiapkan tiga tandon besar di tiga titik yaitu Kecamatan Tanon, Sragen dan Dulang. Tujuannya mendekatkan pelayanan sehingga lebih efektif dan cepat melayani permintaan ke daerah-daerah. Untuk droping sudah disiapkan anggaran yang ditangani oleh BPBD dan Dinsos,” papar Tatag, Selasa (2/7/2019).
Direktur Utama PDAM Sragen, Supardi mengatakan mendasarkan pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), prediksi kemarau tahun ini mulai terjadi bulan Juni sampai September.
Dengan puncak kemarau diperkirakan terjadi bulan Agustus. Terkait persiapan penanganan kekeringan, PDAM sudah melakukan berbagai persiapan.
Di antaranya melakukan pemetaan wilayah kekeringan dan membentuk posko bersama dengan BPBD, Dinsos dan PMI yang dipusatkan di BPBD.
“Supaya nanti jika ada permintaan droping, bisa terintegrasi antara PDAM, BPBD, Dinsos dan PMI. Seluruhnya langsung terkoordinir di sana (posko),” paparnya.
Dari PDAM sendiri, menyiagakan empat armada untuk melayani kebutuhan droping. Kemudian ada dua armada dari PMI dan BPBD yang siap untuk melayani pengiriman droping.
“Kita juga menyiapkan terminal tandon seperti reservoir besar di Sragen, Dulang dan Tanon untuk mendekatkan dengan wilayah droping sehingga tak perlu ambil ke Sragen. Tujuannya memperpendek jarak dan memperbanyak rit,” terangnya.
Supardi menambahkan droping memang masih menjadi solusi sementara mengatasi kekeringan di Sragen. Hal itu menyusul realita sulitnya mengatasi masalah perpipaan dan sulitnya sumber air di wilayah kekeringan, apalagi di wilayah Sragen Utara.
“Sumur Pamsimas memang ada tapi kalau kemarau juga pada kering,” imbuhnya.
Supardi menambahkan berkaca pada tahun 2018 lalu, selama kemarau melanda, total droping mencapai 1.896 tangki yang dikirim ke wilayah kekeringan. Menurutnya, mekanisme permintaan bantuan droping cukup mudah.
Yakni Kades mengajukan permohonan bisa via tertulis atau surat ke camat yang akan diteruskan ke BPBD atau Dinsos.
“Kalau wilayah baru di luar peta 36 desa itu, nanti akan dicek dulu. Apakah benar-benar kering dan membutuhkan atau tidak. Kalau iya, langsung akan dikirim,” pungkasnya. Wardoyo