BANTUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Di era digital sekarang ini salah satu musuh utamanya adalah hoaks atau kabar bohong. Hoaks yang terkait isu rasial dan agama, keberadaannya bisa memicu dan merusak kerukunan bangsa.
Lebih jauh, bahkan dinilai dapat memicu terjadinya disintegrasi bangsa.
Hoaks harus dilawan melalui edukasi kepada masyarakat mengenai literasi digital.
Upaya tersebut membutuhkan solusi komprehensif dari semua pihak.
Oleh karena itu, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mengusulkan kepada pemerintah agar segera membentuk Peraturan Presiden (Perpres) tentang Kewargaan Digital atau digital citizenship.
“Sehingga ada gairah dari Pemerintah pusat untuk memperbanyak aktifitas literasi digital. Jadi [melalui Perpres Kewargaan Digital] isu literasi digital ini bukan hanya liding sektor dari Kominfo saja. Tetapi semua kementerian termasuk kewajiban Pemerintah daerah,” kata Ketua Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, saat ditemui dalam pembukaan Mukernas Mafindo II di Desa Wisata Tembi, Sewon, Bantul, Sabtu (31/8/2019)
Menurut Aji, Perpres tentang Kewargaan Digital ini sangat mendesak untuk segera dirumuskan.
Karena suka ataupun tidak suka, kedepan Indonesia akan menuju peradaban digital.
Artinya, digital akan menjadi matra baru.
“Kalau dulu ada darat, laut dan udara. Sekarang kita ada matra digital. Yang kita harus kuat disana. Kuat itu tidak hanya pemerintah saja. Tetapi apa yang kita persiapkan untuk masyarakat,” terang Aji.
Orang tua maupun anak-anak muda yang di sekolah dan di luar sekolah menurut dia, perlu dibekali kemampuan bela negara.
Bagaimana cara memanfaatkan teknologi untuk bersinergi sharing konten positif.
Lebih jauh, bagaimana memanfaatkan teknologi untuk memperkuat potensi ekonomi.
Seperti misalnya sektor pariwisata, perdagangan, edukasi dan sebagainya.
Itu semua sangat penting. Karena ancaman hoaks selama ini, kata Aji mungkin saja sumbernya paling banyak ada di antara kita sendiri.
Akan tetapi, kedepan tidak menutup kemungkinan yang akan memproduksi hoaks adalah orang-orang dari luar negeri.
“Seperti kasus di Amerika. Yang membuat hoaks adalah orang-orang di Eropa timur, di Rusia,” ujar dia, mencontohkan.
Orang-orang Eropa timur bisa membuat hoaks di Amerika menurut Aji karena mereka mahir memakai bahasa Inggris.
Indonesia selama ini masih terlindungi karena memakai bahasa Indonesia.
Orang luar negeri tidak begitu mudah menipu.
Karena masih kesulitan bahasa Indonesia.
“Tetapi kedepan, sangat mungkin mereka mempelajari bahasa kita atau menggunakan artificial Intellegence [kecerdasan buatan] untuk mencoba mengelabui kita,” terangnya.
“Disitulah pentingnya membentengi masyarakat. Ini harus ada Perpres-nya. Sehingga bukan hanya tugas Kominfo saja. Tetapi melibatkan yang lain,” imuh dia.
Aji menambahkan, peraturan Kewargaan Digital sangat penting dan mendesak.
Hampir semua orang saat ini memiliki gadget.
Ia mengibaratkan, saat ini semua orang sudah berjalan di jalan raya menggunakan kendaraan namun mereka sama sekali belum tau rambu-rambunya. Ini sangat berbahaya.
Sebab itu, Mafindo mendorong segera dibentuk peraturan presiden tentang Kewargaan Digital.
Dengan harapan, dapat digunakan untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan teknologi dunia maya dengan baik dan benar.
Sejauh ini, kata Aji, Mafindo sudah mencoba mengusulkan gagasan regulasi Kewargaan Digital itu kepada rekan-rekan di Kantor Staff Presiden.
“Belum ada target kapan realisasi. Tapi saya berharap pada pelantikan Presiden terpilih nanti menjadi momen yang tepat untuk memikirkan gagasan itu,” kata dia.