JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi mengandung dua pasal yang saling bertentangan.
Demikian dinyatakan oleh Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif melalui cuitannya di media sosial. M Syarif menunjukan dua pasal yang dianggap saling bertentangan tersebut.
Akun Twitter milik Syarif @LaodeMSyarif, pada Jumat (18/10/2019) sore mencuitkan pernyataan tersebut. Menurut dia, akibat proses pembahasan revisi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan minim masukan masyarakat, maka hasilnya kekacauan.
“Ketika proses dirahasiakan dalam revisi UU @KPK_RI dan menutup kuping dari masukan dan niat suci anak negeri, yang lahir adalah kekacauan @DPR_RI @Kemenkumham_RI,” seperti dikutip dari akun Twitter Syarif, Sabtu (19/10/2019).
Dalam cuitannya itu, ahli hkum lingkungan ini juga menyertakan tangkapan layar percakapan WhatsApp. Pesan yang dimunculkan berjudul UU KPK HASIL REVISI.
Pesan itu selanjutnya membandingkan dua pasal dalam UU KPK hasil revisi yang bertentangan. Pasal 69D yang merupakan ketentuan peralihan menyebutkan sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan wewenang KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum Undang-undang ini.
Namun, dalam Pasal 70C disebutkan pada saat Undang-undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai, harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Hari ini, Kemenkumham resmi mencatatkan revisi UU KPK ke Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. Revisi UU KPK disahkan pada 17 September 2019 di rapat paripurna DPR.
Menurut Pasal 73 ayat (2) UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU itu disetujui bersama, sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Dengan atau tanpa tandatangan presiden UU KPK versi revisi otomatis berlaku pada 17 Oktober 2019 atau 30 hari sejak disahkan. Beberapa pakar hukum mengatakan UU KPK baru ini mengandung banyak kelemahan karena dibuat dengan terburu-buru.
Selain itu, UU KPK juga dinilai memuat pasal yang saling bertubrukan. Kelemahan-kelemahan itu mengakibatkan kekacauan hukum.