SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati melarang keras bantuan sosial (bansos) yang diterima keluarga tidak mampu atau pra sejahtera, dibelikan sesuatu di luar kebutuhan pokok.
Rokok, pulsa dan lipstik serta jilbab adalah beberapa barang yang menurut bupati tidak boleh dibeli dari uang bantuan.
Seruan itu dilontarkan saat memberikan sambutan dalam kegiatan penyerahan bansos Rp 100.000 kepada keluarga pra sejahtera di Pendapa Rumdin Bupati belum lama ini.
“Jadi kalau keluar dari ruangan ini, amplope dibuka mampir warung terus beli rokok, ora barokah. Amplope dibuka isine ilang,” ujarnya setengah berkelakar.
Yang kedua, ia meminta uang tak dipakai beli pulsa. Sebab dari pengamatannya, saat ini sudah terjadi pergeseran kebutuhan.
Kebutuhan pokok seseorang tak lagi beras atau telur, tapi sudah bergeser ke pulsa.
“Kalau HP tidak on karena tidak punya pulsa, rasanya dunia mau runtuh. Patah hati saja tidak separah kalau kehabisan pulsa. Saya tadi bisik-bisik kepada kepala BPS. Pak, jenengan pirsani dari keluarga pra sejahtera itu di dalam sakunya ada yang HP merek Samsung, Xiomi, Iphone X. Kira-kira Kepala Bappeda saja tidak mampu belum Iphone X. Kalau dia masih masuk, berarti tidak lagi layak dimasukkan keluarga pra sejahtera,” urai Yuni.
Lebih lanjut, Yuni mengungkap sebagian keluarga pra sejahtera pun saat ini sudah memegang HP. Itulah fakta yang ada di daerah Sragen.
Selain pulsa dan rokok, Yuni juga melarang bansos dibelikan jilbab dan lisptik bagi ibu-ibu.
“Ora entuk ditukokne benges. Benges, krudung karo ndengah-ndengah ngono kae. Ibu-ibu kan biasane klambine ijo krudung kudu ijo. Klambine ungu krudune ungu. Padahal sesuk sing dimaem wae ora ono. Katanya penampilan lebih penting daripada perut. Saya pesen uang Rp 100.000 belikan kebutuhan pokok. Itu untuk perbaikan gizi,” tandasnya.
Ia berpesan peningkatan gizi jauh lebih penting. Sehingga warga tak perlu lagi banyak-banyak menggunakan BPJS.
“Karena BPJS bayare seret mbundet kabeh,” jelasnya.
Di bagian akhir, bupati meminta Pak RT, RW lebih proaktif melakukan verifikasi data keluarga tidak mampu di wilayah masing-masing.
Jika ada keluarga yang tidak layak menerima bantuan karena sudah meninggal, pindah domisili dan sudah mampu, harus berani mengusulkan dicoret.
“Karena kita sebagai pemimpin punya tugas memilah tanpa reserve. Di situlah pemimpin dibutuhkan karena kita tidak bisa memilih,” tandasnya. Wardoyo