DI saat Gibran Rakabuming Raka giat menghimpun dukungan ke akar rumput, dan DPC PDIP Solo telah mengajukan pasangan Achmad Purnomo-Teguh Prakoso sebagai calon wali kota-wakil wali kota ke DPP PDIP, partai politik lainnya yang punya kursi di DPRD Solo secara kasat mata masih jalan di tempat alias berdiam diri.
Seperti diketahui, Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), bermain sendiri. Ia akan mendaftar ke DPP PDIP sebagai calon Walikota Solo serta mulai menghimpun dukungan dengan caranya sendiri. Itu makanya PDIP Solo dibuat “heboh” oleh Gibran yang menjadi anggota PDIP awal Oktober lalu.
Memang tanpa koalisi, PDIP yang memiliki 30 dari 45 kursi di DPRD Solo bisa mengusung calon sendiri. Aturan main yang ada, untuk bisa mengusung calon disyaratkan “bermodal” 9 kursi di DPRD. Dengan demikian, Parpol lain harus berkoalisi jika ingin mengusung calon.
Namun, hingga tulisan ini dibuat, PKS (5 kursi, PAN, Gerindra serta Golkar masing-masing tiga kursi serta PSI satu kursi belum memutuskan berkoalisi). Lucunya, PKS akan membangun koalisi dengan Gerindra dan PAN mengusung Gibran.
Hal itu disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu dan Pemilukada DPD PKS Solo, Sugeng Riyanto kepada awak media akhir pekan lalu.
Bagi saya, ayunan politik PKS itu ngoyoworo atau guyonan belaka. Pasalnya, Gibran berulang-ulang menyatakan – kepada media – bahwa dirinya maju nyalon melalui PDIP karena ia kader PDIP.
“Saya maju nyalon Walikota melalui PDIP. Bukan lewat partai lain atau jalur independen,” kata Gibran.
Sulung Jokowi yang konon sukses di bisnis kuliner ini kini rajin turun ke masyarakat akar rumput untuk menggaet dukungan. Bahkan, pihaknya telah punya komunitas relawan bernama KaGeGe (Kancane Gibran Gess).
Lewat KaGeGe dibentuk 21 posko relawan Gibran. Di antaranya berlokasi di Mojosongo, Jebres, Semanggi, Kadipiro, Banyuanyar, dan Kalitan.
Di sini terbaca jelas bahwa Gibran serius maju nyalon. Dan, ia kini sangat ramah dengan siapapun termasuk awak media. Hal ini harus kita maklumi karena apa yang dilakukan itu ada pamrihnya. Yakni, agar mendapat dukungan sebanyak-banyaknya warga Solo di Pilkada Solo yang akan digelar 23 September 2020.
Boleh kita bilang Gibran sudah mendahului berlari kencang dan PDIP sudah pula mengusung calon, tapi partai lain masih duduk manis, santai, bahkan bisa jadi tidur pulas.
Jika mereka (PKS, Gerindra, PAN, Golkar, PSI) tidak berkoalisi mengusung calon sebagai rival calon dari PDIP, berarti “membunuh” atau menodai demokrasi. Dan, Pilkada Solo kelak hanya ada sepasang calon (PDIP). Lawannya kotak kosong.
Bukankah salah satu fungsi parpol adalah menyiapkan calon pemimpin di pemerintahan. Tapi, sekali lagi, parpol-parpol di DPRD Solo – kecuali PDIP – belum melangkah konkret. Yakni, berkoalisi mengusung pasangan calon wali kota-wakil wali kota.
Publik tentunya berharap, PKS yang memiliki kursi terbanyak kedua setelah PDIP tampil menjadi motor penggerak koalisi mengusung calon. Tapi harus betul-betul calon sungguhan bukan calon boneka. Jika yang dimunculkan calon boneka berarti ada praktek dagang sapi di dalamnya.
Berpolitik-lah yang elegan, jangan dagang sapi. (*)
oleh:
Begog D Winarso, Wartawan Senior