Beranda Daerah Semarang Januari hingga September 2019, Ada 511 Orang Penderita Gangguan Jiwa di Jateng...

Januari hingga September 2019, Ada 511 Orang Penderita Gangguan Jiwa di Jateng Dipasung, Ini Penyebabnya

Ilustrasi saat tim polsek bersama warga mengevakuasi paksa pemuda gila di Tanon. Foto/ dok polres

SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sedikitnya ada 511 orang di Jawa Tengah (Jateng) dipasung karena menderita gangguan jiwa. Kasus tersebut terjadi sejak Januari hingga September 2019. Dari jumlah tersebut, 115 orang di antaranya berhasil dibebaskan.

Catatan jumlah pemasungan orang di Jawa Tengah cukup tinggi selama dua tahun terakhir. Pada 2018, sebanyak 654 kasus pemasungan terjadi berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jateng. Sementara pada 2017 ditemukan 364 kasus pemasungan. “Karena semakin pedulinya masyarakat sekitar untuk melaporkan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jateng, Yulianto Prabowo, Rabu 6 November 2019.

Menurut dia, pemasungan terjadi karena keluarga tidak memahami cara pengobatan orang dengan gangguan jiwa. Sehingga keluarga memilih menyembunyikan dibandingkan membawa ke rumah sakit.

“Kami memberi pemahaman kepada keluarga untuk melepas. Setelah dilepas proses pertama dibawa ke rumah sakit. Setelah dinyatakan sehat secara medis, nanti kita rujuk kembali ke keluarga atau ke panti,” tuturnya.

Baca Juga :  Wakil Ketua DPRD Jateng Sepakat Tak Ada Pembatasan Pasokan Susu dari Peternak ke Industri Pengolahan. Tata Kelola Produksi Juga Diperbaiki

Yulianto mengaku terus berupaya mewujudkan Provinsi Jateng bebas pasung pada orang dengan gangguan jiwa. Di antaranya melalui kolaborasi dengan Dinas Sosial untuk bekerja sama dalam penemuan penderita, penanganan medis, hingga pelayanan rehabilitasi.

Bentuk kolaborasi tersebut yaitu dengan menjemput orang dengan gangguan jiwa dibawa ke rumah sakit jiwa. Mereka akan mendapat penanganan di RSJ dan rehabilitasi. “Jika dirasa sudah bisa mandiri, dikembalikan ke keluarga atau masyarakat,” kata Plt Kepala Dinas Sosial Provinsi Jateng, Yusadar Armunanto.

Menurut dia, selama ini penanganan tersebut terkendala daya tampung panti yang terbatas dan keluarga yang menolak menerima kembali setelah purna bina dari panti atau RSJ. Serta perubahan waktu perawatan pasien di RSJ membuat pelayanan kesehatan kurang maksimal.

Baca Juga :  Terdorong Hati Nurani, Purnawirawan Polri di Jawa Tengah Deklarasi Dukung Andika Perkasa-Hendrar Prihadi

www.tempo.co