JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Hari Anti Korupsi, Formas Ungkap Masih Banyak Indikasi Korupsi di Sragen. Desak Penegak Hukum Berani Tajam ke Atas, Minta Koruptor Dihukum Mati!  

Penahanan tersangka korupsi Alsintan jilid 1 oleh Kejaksaan Negeri beberapa waktu lalu. Foto/Wardoyo
   
Penahanan tersangka korupsi Alsintan jilid 1 oleh Kejaksaan Negeri beberapa waktu lalu. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2019 menyisakan sejumlah catatan di Sragen. LSM Forum Masyarakat Sragen (Formas) mencatat masih banyak indikasi kasus korupsi di Bumi Sukowati yang perlu sentuhan tegas dan penanganan tuntas dari aparat penegak hukum.

Wakil Ketua Divisi Hukum dan HAM Formas, Sri Wahono mengungkapkan masih banyak indikasi kasus korupsi di Sragen. Selain korupsi bantuan alat mesin pertanian (Alsintan) dan dana desa yang sebagian sudah ditangani Kejari, masih ada beberapa indikasi tindak pidana raswah yang perlu diusut.

“Perekrutan perangkat desa (Perdes) ,dana BOS, dana BOSDA, pungutan tender proyek. Semua itu sebenarnya perlu pengusutan secara tuntas. Makanya kami dari Formas berharap agar penegak hukum harus tajam ke atas. Jangan hanya yang kecil-kecil saja ditangani, yang besar seolah tertutupi,” paparnya Senin (9/12/2019).

Wahono mengatakan Hakordia seharusnya menjadi momentum bagi aparat untuk menunjukkan komitmennya memberantas korupsi dengan mengungkap kasus-kasus korupsi yang besar.

Dengan begitu, ia berharap ke depan Sragen akan bersih dari korupsi dan pungli.

Terkait sanksi bagi koruptor, Wahono memandang hukuman yang tepat adalah dipenjara seumur hidup atau hukuman mati. Hal itu biar ada efek jera sehingga pelaku tak mengulangi lagi dan yang lain juga takut untuk melakukan.

Baca Juga :  Berkah Hari Raya Idul Fitri Toko Pusat Oleh-oleh di Sragen Diserbu Pembeli

“Kalau hukuman penjara 2 hingga 10 tahun para koruptor tidak takut tapi malah bisa-bisa akan mengulangi perbuatannya lagi. Korupsi di Indonesia tidak akan habis bila hukuman ringan diberikan pada sang koruptor,” tegasnya.

Senada, salah satu tokoh di Karangmalang, Joko Piroso juga mendukung hukuman berat bagi para pelaku korupsi. Menurutnya para koruptor layak dihukum mati dan semua hartanya disita oleh negara atau dimiskinkan.

“Kalau hanya mengandalkan kesadaran dan pencegahan, rasanya sia-sia saja berharap Indonesia bebas korupsi. Apalagi sekarang yang lagi jadi sorotan, napi koruptor pun masih dapat grasi dari Presiden. Ini preseden buruk, makanya kami berharap kembali ada komitmen hukuman berat. Jika mengandalkan kesadaran dan moralitas, kok agak pesimis. Bukan apa-apa karena itu (korupsi) seolah-olah sudah membudaya dan sulit dibersihkan kalau tidak ada komitmen hukuman berat,” tegasnya.

Sementara, Kajari Sragen, Syarief Sulaeman mengajak semua masyarakat Sragen untuk berperan aktif membantu mencegah dan memerangi korupsi.

Untuk menggelorakan ajakan itu, Kejari juga terjun ke lapangan mengkampanyekan pencegahan korupsi di Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia), Senin (9/12/2019) tadi pagi.

Baca Juga :  OPTIMALISASI LORONG SEKOLAH MENJADI LORONG LITERASI

Kampanye dilakukan dengan membagikan stiker ajakan mencegah korupsi. Sebanyak 1.000 lembar stiker dibagikan ke pegawai Pemkab dan  pengendara yang melintas di perempatan Alun-alun Sragen.

Kajari mengatakan pembagian stiker itu sebagai rangkaian peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia. Lewat stiker dan imbauan, diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran bersama untuk tidak melakukan korupsi dan proaktif melaporkan jika ada indikasi penyimpangan di lingkungannya.

“Karena pemberantasan tindak pidana korupsi itu perlu upaya luar biasa. Tidak bisa hanya Kejaksaan sendiri, tapi perlu partisipasi masyarakat juga. Mengingat jumlah personel kami juga terbatas,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM seusai kegiatan.

Kajari menguraikan masyarakat harus lebih aware apabila ada indikasi korupsi di lingkungannya. Yakni dengan cara melaporkan ke petugas atau kejaksaan.

Kemudian, masyarakat juga diharapkan turut membantu memerangi korupsi dengan cara tidak membiasakan memberi pungutan liar atau pungli.

Sebab pungli itu merupakan bagian dari tindak pidana korupsi.

“Kalau semua sadar dan tidak memberi pungli, lama kelamaan pungli akan habis dengan sendirinya,” terang Syarief. Wardoyo

 

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com