KARANGANYAR, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pengadaan mobil dinas mewah bagi bupati dan wakil rakyat di Karanganyar yang menelan miliaran rupiah menuai hujatan dari masyarakat.
Nur Sanyoto, salah satu tokoh masyarakat Karanganyar mengecam kebijakan pembelian mobil dinas baru bagi bupati dan pimpinan DPRD itu.
Selain mobil dinas lama masih bagus, ia menilai pengadaan mobil mewah jenis Jeep Rubicon dengan harga hampir Rp 2 miliar itu sudah mencederai semangat untuk memberantas kemiskinan.
“Sangat ironis. Ditengah situasi ekonomi yang semakin berat, bupati justru mempertontonkan sikap tidak perduli kepada rakyat dengan membeli mobil mewah. Ini menunjukkan bupati tidak memiliki kepekaan sosial, dengan menghambur-hamburkan uang rakyat dengan mobil mewah-mewahan,” paparnya Selasa (3/12/2019).
Senada Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lentera, Indardi Heru Santoso memandang pengadaan mobil dinas baru untuk punggawa Pemkab itu sebagai bentuk pengkhianatan kepada rakyat.
“Pengadaan mobil dinas mewah ini bentuk ketidakpedulian bupati terhadap warganya sendiri. Apakah pantas seorang bupati menggunakan mobil mewah disaat dia mengunjungi warganya yang sedang mengalami persoalan ekonomi dan masih banyak warga terjerat kemiskinan,” tukasnya.
Senada, salah satu warga Palur, Andi juga menyesalkan kebijakan pengadaan mobdin mewah itu. Ia memandang hal itu tak lebih hanya sekadar untuk gagah-gagahan saja.
“Kalau dari sisi kegunaan, mobil dinas yang sudah ada kan juga masih bagus. Apalagi nilainya juga miliaran. Gubernur saja mobil dinasnya hanya Innova dan nggak semahal itu. Jangan berlebihan lah, meski penganggaran itu kewenangan bupati dan DPRD,” ujarnya kesal.
Sementara, dalam berbagai kesempatan, Bupati Karanganyar Juliyatmono selalu membanggakan bahwa Pemkab Karanganyar sangat serius dalam penanganan kemiskinan.
Beragam program baik dari pusat dan daerah telah digelontorkan untuk mengentaskan kemiskinan di Bumi Intan Pari. Hasilnya, angka kemiskinan di Karanganyar diklaim sudah turun.
“Saat ini angka kemiskinan di Karanganyar turun 10,03 persen. Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sudah berkurang,” katanya. Wardoyo