SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Salah satu temuan bersejarah kembali muncul di Sragen. Kali ini, sebuah fosil gading gajah purba sepanjang 4 meter ditemukan di ladang Desa Bonagung, Kecamatan Tanon.
Fosil berukuran besar itu ditemukan kali pertama oleh Puryanto (42) warga Dukuh Bonagung RT 25, Desa Bonagung. Fosil gading yang dalam bahasa ilmiahnya juga disebut stegodon itu ditemukan di ladang berjarak satu kilometer dari rumahnya.
Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Puryanto menuturkan fosil gading gajah itu ditemukan tanpa sengaja saat dirinya mencangkul di ladangnya, Selasa (21/1/2020) siang.
Saat itu ia bersama keponakannya, Giyono (38) mencangkul di ladang yang akan ditanami jagung.
“Saat nyangkul, tiba-tiba cangkul saya nyarug benda keras. Saya kaget, saya kira granat karena daerah sini kan banyak ditemukan kayak gitu. Lalu saya oker-oker sama teman, ternyata ada benda fosil ini,” tutur Puryanto ditemui di rumahnya, Senin (27/1/2020).
Ia menguraikan fosil gading purba itu ditemukan tidak dalam kondisi menyatu. Akan tetapi terpisah-pisah namun masih dalam posisi garis lurus.
Saat kali pertama memastikan bahwa itu adalah ruas fosil, ia langsung menggali dan mendapat tiga batang.
“Lalu saya bawa pulang. Besoknya saya lanjutkan dan ajak beberapa warga membantu menggali. Bahkan sampai saya bayar Rp 200.000. Hampir tiga hari saya menggali bersama beberapa orang,” tuturnya.
Setelah semua ruas terkumpul, kemudian disatukan dan ia baru meyakini bahwa itu adalah fosil gading gajah purba.
Hal itu diperkuat dari jejak sejarah bahwa beberapa tahun lalu juga ditemukan fosil mani gajah purba, tak jauh dari lokasi ia temukan fosil gading itu.
“Dulu juga pernah ditemukan fosil kepala badak di sini dan sudah diserahkan ke museum Sangiran. Sertifikatnya dari Sangiran juga masih tersimpan,” terangnya.
Salah satu petugas dari BPSMP Sangiran, Doni Wiranto ditemui di sela pengecekan, Senin (27/1/2020) mengatakan pihaknya belum bisa memastikan berapa umur fosil gading gajah purba yang ditemukan di Bonagung, Tanon itu.
Menurutnya, masih diperlukan kajian dan penelitian terhadap fosil itu untuk mengetahui kelangkaannya dan dari zaman apa fosil itu terbentuk. Namun ia memperkirakan umur fosil itu berkisar 700.000 tahun.
Termasuk berapa taksiran kompensasi yang diberikan kepada warga penemu, menurutnya juga masih perlu dikaji.
“Kita masih akan mengkaji bagaimana dia ditemukan. Apakah benar-benar di lokasi itu apa tidak. Karena banyak juga yang lapor ditemukan di sana ternyata enggak, didatangkan dari lokasi lain. Kita juga harus cek dulu kondisi kelangkaannya, keutuhannya. Nanti akan jadi pertimbangan untuk itu (kompensasi),” paparnya kepada wartawan.
Doni belum bisa memastikan apakah temuan fosil gading purba itu ada keterkaitan dengan temuan fosil mani gajah yang sempat ditemukan beberapa tahun silam di dekat lokasi yang sama.
Hanya saja, ia menyebut bahwa lokasi Bonagung memang bisa jadi banyak fosil mengingat dulunya wilayah itu juga sama dengan situs Sangiran yang merupakan lautan.
“Dulunya kan ini lautan. Kalau lapisan tanahnya nggak teraduk, dia akan utuh.
Kita belum tahu apakah ini sama dengan temuan mani gajah itu, karena banyak cekungan-cekungan di situ,” terangnya.
Perihal nilai kompensasi, Doni menyampaikan hal itu nanti tergantung dari warga penemu. Apakah mereka akan menyerahkan ke pihak museum Sangiran atau menyimpannya sendiri.
Sesuai UU No 11/2010, warga boleh tidak menyerahkan akan tetapi wajib mencatatkan dan mengamankan.
Karena fosil itu termasuk cagar budaya dan aset negara. Menurut UU itu, temuan fosil boleh dimiliki perseorangan tapi wajib dicatatkan di BPSMP Sangiran. Wardoyo