SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Merebaknya virus corona yang merambah Indonesia dan temuan pasien positif, berimbas membuat warga cemas dan beramai-ramai memburu masker.
Kecemasan warga kian bertambah lantaran hampir sebagian besar apotek penyedia masker di wilayah Sragen mengalami kekosongan stok. Mahalnya harga yang meroket sampai 10 kali lipat, membuat apotek memilih tak menjual.
Kepanikan dampak corona virus itu juga menyisakan cerita memilukan. Seorang ibu asal Sragen, dilaporkan bahkan sampai menangis gara-gara kebingungan tak bisa mendapat masker.
Padahal, ia sangat membutuhkan masker untuk adiknya yang akan berangkat ke Taiwan atau Chinese Taipei. Kisah ibu-ibu yang menangis iba itu diungkap oleh pengelola Apotek Surya Husada Sragen, Widuri, Rabu (4/3/2020).
“Tadi ada ibu-ibu datang sampai nangis-nangis karena mau beli masker nggak dapat-dapat. Ada adiknya yang akan berangkat ke Taiwan dan belum dapat masker. Namanya Bu Heni. Dia nangis-nangis di sini, minta tolong karena takut kabar corona kalau adiknya berangkat nggak pakai Masker ke Taiwan. Saya sampai kasihan dan nggak tega melihatnya Mas,” papar Widuri kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .
Widuri pun menuturkan saat ini, apoteknya memang sudah hampir tiga pekan tak menyetok masker. Harga yang naik gila-gilaan membuatnya memilih untuk membeli karena takut tak laku.
Ia menyebut masker hijau merek Sensi yang biasanya harganya hanya Rp 35.000 satu boks isi 50, sejak kabar adanya virus corona harganya mendadak meroket hingga Rp 325.000 perboks. Itu pun barangnya sangat langka dan nggak mudah diperoleh.
“Saya memang nggak berani nyetok.karena harganya sudah sangat mahal. Kami hanya melayani kalau ada yang pesan dan harganya mau baru saya pesenkan ke distributor. Karena sangat mahal, nanti beli banyak kalau nggak laku gimana. Tadi akhirnya ibuknya tertolong oleh karyawan saya dia dapat pesanan tiga boks tapi nggak diambil yang pesen dan harganya juga sudah mahal.Alhamdulillah tadi bisa dikasihkan ke ibu itu,” tutur Widuri.
Sebagai apotek yang hanya menjual, pihaknya tak bisa berbuat banyak karena harga ditentukan oleh distributor.
Dirinya tak tahu siapa yang bermain dan menaikkan harga masker. Tapi yang jelas dari distributor sudah mematok harga naik sehingga harga jual apotek mau tidak mau harus mengikuti.
Karena kekosongan stok itu, dalam sepagi tadi saja, sudah ada sekitar 200an pembeli masker yang datang ke apoteknya tapi terpaksa balik kanan karena tidak ada barang.
“Hampir semua apotek sama Mas. Karena harga sudah nggak kuat, makanya nggak ada yang berani nyetok. Kalau ada yang beli, saya arahkan ke toko alkes dan di situ pun harganya juga sudah mahal. Susah Mas, sebenarnya kami kasihan masyarakat, tapi mau gimana lagi,” terang Widuri.
Ia berharap pemerintah bisa segera bertindak mengatasi kelangkaan pasokan masker dan menstabilkan harga agar kembali normal.
Sebab dengan harga mahal dan barang langka, hal itu sangat menyusahkan apotek dan masyarakat.
Anjar Putri Nurjanah (16) asal Mondokan, mengaku sudah keliling 12 apotek di wilayah Sragen Kota untuk membeli masker. Namun tak satu pun yang menjual dengan alasan tak berani menyetok lantaran harga terlalu mahal.
Ini tadi dari pagi keliling nyari masker Mas, belum dapat. Sudah 12 Apotek di sekitar Sragen Kota, kosong semua. Padahal kami sangat butuh karena akan kunjungan industri ke Bali,” papar Anjar Putri Nurjanah (16) siswi SMKN 2 Sragen asal Mondokan saat ditemui di Apotek Ramai, Sragen Kota Selasa (3/3/2020).
Ia mengaku adanya kabar virus corona sudah masuk ke Indonesia dan adanya warga yang dinyatakan positif, memang memberi dampak kekhawatiran. Karenanya ia akan terus mencari masker berapa pun harganya.
“Ini mau keliling cari lagi sampai dapat. Harganya mahal nggak papa asalkan dapat Mas,” tuturnya.
Terkait kondisi itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen, Hargiyanto mengatakan kekosongan stok dan mahalnya harga itu terjadi akibat hukum ekonomi. Di mana saat ini kebutuhan warga akan masker sangat tinggi, sedangkan stok atau produksi terbatas.
Ia menyampaikan produksi masker dimungkinkan menurun lantaran negara penghasil bahan masker dan produsennya yakni China, juga sedang dirundung wabah Corona sehingga produksi masker otomatis terganggu.
“Yang penting, masyarakat sebenarnya tidak perlu panik berlebihan. Kalau sehat, nggak perlu harus pakai masker. Yang sakit saja yang pakai. Kalau semua warga harus pakai masker, Sragen saja 1 juta jiwa, berapa pun masker akan habis. Yang penting adalah bagaimana mengantisipasi dengan pola hidup sehat. Cuci tangan sebelum aktivitas, kalau batuk ditutup pakai tisu atau tangan. Kalau memang nggak ada masker, bisa pakai alternatif tisu,” tandasnya.
Hargiyanto meyakini pemerintah akan segera mengatasi dan menangani persoalan kelangkaan masker ini. Ia berharap masyarakat tak panik karena dengan makin panik maka imunitas atau kekebalan tubuh akan menurun sehingga justru memudahkan penularan virus. Wardoyo