Beranda Nasional Jogja Wakil Bupati Bantul Minta Warganya Tak Menolak Pemudik, Asal Sesuai Protokol Kesehatan

Wakil Bupati Bantul Minta Warganya Tak Menolak Pemudik, Asal Sesuai Protokol Kesehatan

Lurah Desa Sumbermulyo, Ani Widayani menyerahkan surat keterangan sehat kepada satu keluarga yang menyelesaikan isolasi mandiri di gedung karantina desa setempat, Sabtu (9/4/20) siang. Tribun Jogja/Aza Ramadhan

BANTUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih meminta kepada seluruh warga dusun yang ada dibantul untuk tidak menolak para warga yang merantau dan mudik ke kampung halamannya.

Dia meminta warganya untuk tidak khawatir berlebihan terhadap pemudik. Menurut dia, para pemudik sebaiknya tidak distigmatisasi sebagai pembawa virus.

Apabila mereka memang datang dari zona merah (daerah penyebaran virus), maka masuk kategori Orang Dalam Pemantauan (ODP).

Namun, dengan catatan para pemudik tersebut harus tetap mengikuti prosedur atau protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

“Masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan. Sepanjang protokol diikuti. Tidak ada masalah,” kata dia.

Sikap yang seharusnya dilakukan adalah menjalankan protokol kesehatan.

Bagi pemudik, diminta segera memeriksakan diri ke Puskemas atau fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk.

Menurutnya, di Puskemas pun saat ini telah tersedia sistem pemeriksaan bagi pemudik yang datang dari zona merah.

“Pemudik diminta mengikuti arahan dari Puskemas. Apabila tidak ada gejala maka cukup melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari. Tetapi apabila timbul gejala, seperti batuk, pilek ataupun demam maka dirujuk ke RS Rujukan,” imbuh dia.

PEMUDIK WAJIB LAPOR Warga melintasi spanduk pengumuman terkait antisipasi penyebar luasan virus Covid-19 di Jogonalan Lor, Kasihan, Bantul DI Yogyakarta, Senin (30/3/2020). Para perantau maupun pemudik terutama dari kota-kota dengan jumlah kasus penyebaran virus Covid-19 yang besar diwajibkan untuk lapor dan isolasi mandiri sebagai bentuk antisipasi penyebaran virus Covid-19. (TRIBUNJOGJA.COM | HASAN SAKRI)

RS Rujukan menurutnya ada dua macam. Apabila gejalanya berat, maka dimasukkan ke RS Rujukan. Sementara jika bergejala ringan maka masuk ke RS darurat yang ada di Bambanglipuro.

Baca Juga :  Kecelakaan Maut di Ring Road Brawijaya Bantul, Pejalan Kaki Tewas Disambar Kijang Super

Halim menyampaikan, masyarakat Bantul memiliki kebudayaan, solidaritas, sosial dan paseduluran (persaudaraan) yang kuat.

“Jangan sampai paseduluran yang sudah terjalin begitu kuat, rusak karena ketidakpahaman masyarakat dalam menghadapi virus Corona,” pesan dia.

Hal senada disampaikan Lurah Desa Sumbermulyo, Ani Widayani.

Dia menyebutkan, satuan tugas penanggulangan Covid-19 Desa Sumbermulyo sudah melakukan musyawarah dengan semua kepala dukuh.

Hasilnya, semua Padukuhan di Sumbermulyo dilarang atau tidak boleh menolak pemudik.

Karena itu tidak sesuai dengan nurani, budaya, jatidiri dan karakter bangsa Indonesia.

“Penolakan juga bertentangan dengan sila kedua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab,” tegas Ani yang juga merupakan Ketua DPC Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia, cabang Bantul.

Sejumlah jalan di dusun Tembi, Desa Timbulharjo Bantul dipasang spanduk. Warga memberlakukan pembatasan jalan masuk ke perkampungan untuk mencegah penyebaran COVID-19. (Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin)

Pemudik Dilarang Masuk Kampung

Sebelumnya, dikabarkan ada pemudik asal Jakarta yang dilarang masuk kampungnya saat dia memutuskan pulang kampung.

Warga Desa Sumbermulyo, tepatnya di dusun Samen, melarang dua pemuda yang diketahui mudik dari Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.

Kedua pemuda berusia 20 dan 21 tahun tersebut ditolak masuk kampungnya sendiri karena dikabarkan dia dari kawasan zona merah covid-19.

Anggota Satgas Penanggulangan Covid-19, Desa Sumbermulyo, Supriyanto, menceritakan kedua pemuda itu merupakan warga asli dusun Samen.

Baca Juga :  Jumlah Penderita Gondongan di Gunungkidul Meningkat Drastis

Mereka sudah enam bulan kerja di Cikarang Bekasi.

Namun di tengah pandemi Covid-19, seminggu yang lalu keduanya terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan tempatnya bekerja.

Keduanya pun kemudian memutuskan untuk mudik, pulang ke kampung halaman.

Namun, warga kampung justru menolaknya, karena mereka sepakat tidak menerima pemudik.

Padahal, mereka adalah warga kampung sendiri.

“Pak Dukuh sampai kebingungan, akhirnya berembug dengan Pemdes Desa Sumbermulyo dan sepakat, dua pemuda itu, sekarang diisolasi di Rumah Karantina Desa,” terang Supriyono.

Sebelum masuk rumah karantina, menurutnya kedua pemuda juga sempat disemprot disinfektan dan diminta untuk membersihkan diri di SPBU Palbapang.

www.tribunnews.com