SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM –
Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati meminta Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk turun langsung ke lapangan.
Hal itu diperlukan agar Presiden bisa melihat realita di masyarakat sehingga bisa mengambil kebijakan yang pas dan sinkron dengan kondisi semua daerah dalam penanganan covid-19.
Permintaan itu disampaikan Yuni menyusul seringnya kebijakan pemerintah pusat yang kerap tidak sinkron dengan daerah terkait penanganan pandemi Corona atau Covid-19 saat ini.
Beberapa kebijakan pusat yang tak sinkron selama penanganan covid-19 dinilai membuat pemerintah daerah kesulitan karena beberapa kali harus berbenturan dengan warga akibat kekurangtegasan pusat.
“Iya, beliau (Presiden Jokowi) harus turun di lapangan dan harus tahu laporannya secara riil yang ada di lapangan. Agar bisa melihat kondisi situasi masyarakat yang saat ini dihadapi sama-sama,” paparnya kepada wartawan saat memantau pembagian BLT Dana Desa di Karangmalang, Kamis (28/5/2020).
Yuni mengakui selama ini banyak mengalami kesulitan dalam menjalankan kebijakan di masa pandemi covid-19.
Misalnya kebijakan mengenai masalah mudik yang terkesan berubah-ubah dan tidak ada ketegasan dari pusat.
“Dari awal agak dibebaskan, kemudian distop dan setelah itu dibebaskan kembali dg beberapa syarat. Itu sangat membuat kami kesulitan di daerah,” urainya.
Adanya kebijakan yang berganti-ganti tersebut, menurutnya akhirnya berimbas kepada melonjaknya angka pemudik di Sragen hingga mencapai angka 26.000 orang.
Yuni menegasksn seandainyadari awal antara pemerintah pusat dengan daerah bisa selaras, pihaknya tidak akan kesulitan menentukan langkah yang akan diambil.
Hal yang sama juga ia rasakan terkait kebijakan pemberian bantuan langsung tunai (BLT). Menurutnya, bantuan yang diberikan pemerintah harus memenuhi beberapa syarat.
Warga yang sudah masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan sudah mendapat Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), tentu tidak bisa diberi BLT.
Sementara, kadangkala statement-statement dari pemerintah pusat berkebalikan. Yakni mengatakan semua harus dapat dan kalau tidak dapat harus lapor.
“Jadi tidak bisa serta merta orang semua terus dikasih. Itu yang menyebabkan kami harus membutuhkan waktu untuk kroscek data sebelum bantuan itu diberikan. Padahal kami di daerah betul-betul harus rigid dan mempertanggungjawabkan bantuan ini tepat sasaran,” tegasnya.
Ketidakselarasan kebijakan pemerintah pusat dengan daerah, akhirnya membuat pemerintah daerah harus berbenturan dengan rakyat.
Lantas kebijakan seputar pelaksanaan salat Idul Fitri maupun Tarawih, dimana ia juga memandang pemerintah pusat tidak memberikan aturan tegas.
Sementara, ketika ada beberapa kepala daerah yang mengambil kebijakan sendiri, akhirnya justru mendapatkan sorotan karena dianggap membangkang atau tidak sesuai dengan pemerintah pusat.
Padahal menurutnya, langkah kepala daerah tersebut justru dikarenakan tidak ada ketegasan sejak awal dari pemerintah pusat.
“Kalau yang dibenturkan dengan rakyat itu misalnya, tidak ada anjuran secara tegas terkait salat Ied maupun Tarawih. Nah, ketegasan itu kami perlukan sampai di level yang paling bawah, untuk dasar kami membuat kebijakan. Kalau tidak kan nanti akan menimbulkan keresahan masyarakat,” kata Yuni.
Atas kondisi itu, ia sangat berharap dalam situasi yang seperti ini, semua pihak yakni pemerintah pusat dan daerah mestinya harus bersama-sama.
“Kita tidak men-judgement pemerintah pusat. Kami hanya ingin semua linier, kita guyub rukun supaya Corona ini bisa kita kendalikan sama-sama dari tingkat pusat sampai daerah,” tegasnya. Wardoyo