JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM –
Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era Firli Bahuri dinilai tidak maksimal dan cenderung bersikap lunak terhadap pelaku suap maupun korupsi.
Penilaian itu dilontarkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Hal itu, menurut ICW, salah satunya terlihat dari vonis ringan yang diterima oleh penyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan, Saeful Bahri.
Menurut ICW, vonis itu tidak terlepas dari tuntutan ringan yang dibuat KPK yakni hanya 2 tahun 6 bulan. Padahal, tuntutan hukuman maksimal untuk terdakwa pelaku suap ialah 5 tahun penjara.
“KPK telah melunak dengan para pelaku korupsi,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Kamis (28/5/2020).
Kurnia mengibaratkan KPK di bawah pimpinan Komisaris Jenderal Firli Bahuri telah memasuki era New Normal.
New Normal adalah kebijakan yang populer di masa pandemi Covid-19. Kebijakan ini menandai dimulainya aktivitas pascapembatasan sosial dan dengan kenormalan baru.
“Publik dipaksa berdamai dengan situasi kepemimpinan KPK yang sebenarnya sangat jauh dari kata ideal,” kata dia.
Kader PDIP Saeful Bahri divonis 1 tahun 8 bulan penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Saeful bersama Harun Masiku terbukti menyuap Wahyu sebanyak Rp 600 juta.
Suap diberikan agar Wahyu mengupayakan Harun menjadi anggota DPR lewat pergantian antarwaktu.
Menurut ICW, putusan itu menambah daftar panjang vonis ringan pelaku korupsi. ICW mencatat rata-rata vonis koruptor sepanjang 2019 hanya 2 tahun 7 bulan penjara.