Beranda Daerah Sragen Baru Terungkap, Misteri Balita di Sragen Meninggal Akibat Gigitan Kutu Kucing. Ungkap...

Baru Terungkap, Misteri Balita di Sragen Meninggal Akibat Gigitan Kutu Kucing. Ungkap Penyakitnya, Begini Kalimat Terakhir Orangtuanya!

Kondisi Tsamara digendong ibunya semasa masih hidup. Foto/Wardoyo
Kondisi Tsamara digendong ibunya semasa masih hidup. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kisah meninggalnya balita asal Sukodono, Sragen bernama Tsamara Khumaira Mariba (1) yang divonis mengalami tumor dan pembengkakan pada jari akibat gigitan kutu kucing, menguak fakta baru.

Orang tuanya akhirnya angkat bicara soal kematian balita perempuan asal Dukuh Dayu, RT 17/05, Desa Jatitengah, Sokodono, Sragen yang meninggal beberapa waktu lalu itu.

Putri kedua pasangan Wanto (30)- Etik (29) mengembuskan nafas terakhirnya, Kamis (28/5/2020) dinihari di RSUD dr Moewardi Solo.

Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Wanto mengatakan bahwa putrinya divonis mengidap leukemia atau kanker darah.

“Adik diagnosa terakhirnya kanker darah atau leukemia Mas,” paparnya kemarin.

Pria yang berprofesi buruh serabutan itu kemudian mengungkap kalimat terakhirnya untuk buah hatinya tersebut. Ia hanya berharap putrinya bisa mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.

“Semoga Adik (Tsamara) bisa diterima di sisi-Nya Mas. Dapat tempat yang terbaik,” tuturnya.

Tsamara meninggal dunia setelah sempat mengalami masa kritis tadi malam.

Balita mungil itu dikabarkan sempat drop, muntah-muntah sebelum kemudian mengembuskan nafas terakhirnya pukul 01.40 WIB di RSUD dr Moewardi Solo.

Wanto menguraikan putri bungsunya itu terakhir kali dalam kondisi mengalami penurunan trombosit.

Ia menyampaikan sejak kasusnya mencuat di media dan mendapat perhatian dari berbagai pihak dua bulan silam, putrinya kemudian dirawat di RSUD Moewardi Solo.

“Tidak jadi dioperasi Mas, tapi dilakukan kemotherapi,” tukasnya.

Terpisah, Kepala DKK Sragen, Hargiyanto mengatakan dari sisi medis, ia meyakini bukan gigitan kutu kucing yang menyebabkan meninggalnya Tsamara.

Namun, penyebabnya dimungkinkan karena tumor jinak atau hemangioma.

“Bukan karena gigitan kucingnya, tapi itu karena tumor jinak,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .

Dari referensi medis, hemangioma atau tumor ini terbentuk akibat sel darah yang berlebihan.

Kadang pada permukaan kulit akan terlihat bulatan yang mirip stroberi. Umumnya hemangioma muncul pada bayi yang baru lahir dan akan hilang dengan sendirinya setelah beberapa bulan atau tahun.

Jika hemangioma tetap ada pada anak di atas usia 10 tahun, maka perawatan operasi laser akan direkomendasikan.

Kepergian Tsamara menyisakan duka mendalam bagi pasangan yang berprofesi sebagai buruh serabutan itu.

Perjuangan panjang tak kenal lelah mereka untuk mencari kesembuhan buah hatinya itu, harus berakhir dinihari tadi.

Tsamara dimakamkan di pemakaman umun dukuh setempat tadi pagi. Duka dan air mata dari keluarga dan warga mengiringi kepergian balita tersebut.

Baca Juga :  SMK Negeri 1 Plupuh Sragen Gembleng Mental dan Karakter Siswa Tangguh Bertajuk Jalan Ninja SKANIP Melalui Penyebaran Sepuluh Kebijakan

Kisah pilu Tsamara berawal setahun lalu. Etik mengisahkan sebenarnya putri keduanya itu terlahir normal.

Penyakit benjolan itu berawal ketika putrinya berumur 3 bulan atau pada bulan Juli 2019. Saat itu, ia sedang memasak di dapur dan putrinya ditidurkan di dekat tempat memasak.

Saat itulah, ia sempat melihat ada hewan kutu kucing (dalam bahasa jawa pinjal) sedang menggigit jari manis tangan kanan bayinya.

Kutu berwarna hitam itu langsung ia singkirkan. Rupanya gigitan kutu pinjal itu menjadi awal dari petaka.

Awalnya tak ada tanda apapun pada bekas gigitan kutu itu. Namun beberapa hari kemudian, mendadak muncul bentol di jari manis tepat pada bekas gigitan yang makin hari makin membesar.

“Awalnya hanya bentol kecil. Saya kira hanya bentol biasa, ternyata kok nggak hilang-hilang tapi malam bengkaknya membesar. Takut terjadi apa-apa, akhirnya saya bawa berobat ke pukesmas. Di Puskesmas dikasih salep untuk bentolnya. Bukan mengecil tapi malah tambah besar,” papar Etik didampingi suami dan kedua orangtuanya.

Karena bengkaknya makin besar, ia kemudian membawa putrinya berobat ke bidan. Sempat agak mengecil, tapi kemudian bentol di jari manis itu kembali membesar dan memerah.

Ia pun memutuskan untuk membawa putrinya ke dokter spesialis anak dan oleh dokter diberi obat puyer. Hasilnya pun tetap sama, bengkak tak mereda tapi malah bertambah.

“Lalu saya bawa ke RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen, disuruh rawat inap. Tapi beberapa hari nggak dapat kamar, akhirnya saya pindah ke RS Amal Sehat.Sudah dikasih obat dan kontrol beberapa kali tapi juga tambah bengkak. Kata dokternya suruh diinsisi buat ngambil sempel ke lab. Habis itu juga tambah bengkak sehingga dirujuk ke rumah sakit di Solo,” urai Etik.

Beberapa kali berobat dan kontrol di Solo, bengkak di jari putrinya sempat agak berkurang.

Namun belakangan oleh salah satu dokter yang menangani, disarankan agar dibawa ke klinik pribadinya untuk disuntik.

Ia pun menuruti saran itu dan membawa putrinya ke klinik sang dokter pada tanggal 21 Februari 2020 lalu. Setelah disuntik di bagian bengkak, dirinya juga diberikan resep racikan pribadi sang dokter yang diklaim tak dijual di luaran.

Baca Juga :  Detik-detik Akhir Kampanye Pilkada 2024 Kyai NU di Sragen Pilih Dukung Bowo - Suwardi Ini Alasannya

“Setelah siang disuntik dan dikasih obat, malamnya sekitar jam 23.30 WIB sampai jam 02.00 WIB pagi, anak saya demam tinggi sekali. Sempat saya kompres, ternyata paginya bengkaknya malah tambah jadi besar. Dua hari kemudian malah menyebar dan tumbuh benjolan di alis, dahi, ketiak, bawah telinga, pantat dan hidup juga. Ini hidungnya yang satu tersumbat benjolan sehingga pernafasannya juga agak susah. Kami jadi bingung,” terang Etik.

Karena keadaan makin memburuk, ia dan suaminya kembali membawa putrinya kontrol ke rumah sakit di Solo itu.

Saat ditangani dokter bedah anak, sang dokter justru membuatnya makin syok karena memberitahu bahwa putri kecilnya itu menderita tumor dan infeksi sudah menyebar.

Jika tak segera tertangani, maka tidak ada jalan lain kecuali dilakukan amputasi untuk mencegah penyebaran penyakitnya.

“Dengar amputasi itu, saya langsung lemes Mas. Hanya bisa nangis. Saya nggak tega. Harapannya kalau bisa disembuhkan dan tidak diamputasi,” tutur Etik.

Pasangan Wanto dan Etik tercatat sebagai keluarga tidak mampu dan tinggal di rumah kecil berdinding kayu. Selama pengobatan di RSUD, Etik mengaku biayanya ditanggung BPJS.

Namun untuk menebus resep, harus bayar sendiri. Ia menyebut sekali tebus resep antara Rp 150.000 hingga Rp 300.000. Semua biaya itu, merupakan hasil ngutang lantaran penghasilan suaminya sebagai buruh serabutan hanya cukup untuk kebutuhan keluarga.

“Dari awal pengobatan sampai wira-wiri berobat dan kontrol ke Solo itu semua sudah habis Rp 11 juta dan semua utangan Mas. Ini mau bawa ke mana lagi, kami bingung, kalau sampai nanti harus operasi dan biayanya mahal, kami nggak sanggup Mas,” tutur Etik. Wardoyo