SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemkab Sragen menegaskan dana bantuan sosial tunai (BST) dari Kementerian Sosial (Kemensos) dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) harus diberikan utuh kepada warga penerima manfaat.
Dana bantuan sebesar Rp 600.000 perbulan untuk warga tidak mampu dan terdampak covid-19 itu tidak boleh dipotong dengan dalih dan untuk kepentingan apapun.
Penegasan itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen, Tatag Prabawanto, Rabu (3/6/2020). Kepada wartawan, ia menekankan kepada pihak desa hingga RT untuk memastikan dana BST dan BLT DD agar disalurkan ke keluarga penerima manfaat (KPM) utuh sesuai aturan.
“Tidak boleh ada potongan, berapapun, dengan dalih apapun dan untuk kepentingan apa pun. BST dan BLT DD harus diberikan utuh,” paparnya.
Tatag yang juga Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Sragen itu menyampaikan pemotongan dana itu adalah bentuk pelanggaran aturan.
Sebab ketentuan dari pemerintah pusat, bahwa dana harus diserahkan atau dibayarkan utuh yakni Rp 600.000 perbulan.
Ia juga menegaskan sekalipun potongan ditujukan untuk pemerataan atau diberikan kepada warga yang tidak mendapat, menurutnya hal itu sebaiknya tidak dilakukan daripada nantinya bermasalah.
Jika ada yang nekat memotong, ia meminta agar dana potongan segera dikembalikan utuh. Kemudian warga juga diminta berani melapor jika dimintai setoran atau dana BST maupun BLT DD mereka dipotong.
“Saya minta jika ada yang motong, segera dikembalikan utuh. Daripada nanti bermasalah. Karena sejak awal pemerintah sudah menegaskan tidak boleh ada potongan meski dengan alasan pemerataan, itu juga tidak dibenarkan,” terangnya.
Perihal kasus dugaan penyunatan BST dan BLT DD di Desa Tanon, Tatag mengaku belum menerima laporan resmi. Ia hanya meminta jika benar ada permintaan setoran ke RT, maka diminta segera mengembalikan.
Pernyataan itu dilontarkan menyusul dugaan pemotongan yang mencuat di Desa Tanon, Kecamatan Tanon.
Warga penerima bantuan atau keluarga penerima manfaat (KPM) di sejumlah rukun tetangga (RT) di desa itu mengaku dana BST maupun BLT DD yang harusnya diterima Rp 600.000, setelah cair diminta antara Rp 150.000 hingga Rp 300.000 oleh pihak Ketua RT.
Dalihnya, uang potongan yang dibahasakan sukarela itu akan digunakan untuk pemerataan dan akan diberikan kepada warga yang tidak menerima bantuan apapun.
Hasil penelusuran JOGLOSEMARNEWS.COM Selasa (2/6/2020), pemotongan terjadi hampir di sebagian besar RT dengan nominal potongan bervariasi.
Salah satunya di Dukuh Mojorejo. Salah satu warga penerima BST Kemensos, berinisial T, membenarkan dirinya sudah menyetor Rp 300.000 ke Ketua RT-nya setelah dana cair ke rekeningnya.
Ia menceritakan, dana BST itu cair melalui rekening BRI dan ia ambil sebelum Lebaran lalu.
Setelah cair, sorenya dirinya dan warga penerima BST kemudian didatangi Pak RT dan diminta menyetorkan Rp 300.000 dengan alasan untuk pemerataan dan akan diberikan ke warga yang tidak mendapat bantuan apapun.
“Sebelum bantuan cair, semua yang dapat sudah dikumpulkan Pak RT di rumah Pak Kaur pas puasa kemarin. Waktu itu disampaikan kalau nanti cair, diminta yang separuh suruh nyerahkan ke Pak RT untuk dibagikan ke warga yang nggak dapat apa-apa. Katanya diikhlaskan, kalau nggak manut nanti kalau ada bantuan apa-apa akan dicoret. Saya bilang apa adanya Mas,” paparnya sembari mewanti-wanti identitasnya tak diunggah vulgar karena takut.
Warga itu kemudian menguraikan saat dikumpulkan itu, sebenarnya sempat ada satu warga penerima BST yang sempat keberatan jika diminta setor separuh atau Rp 300.000.
Namun keberatan itu diabaikan dengan alasan potongan harus Rp 300.000. Warga pun pasrah dan akhirnya setelah dana cair, mereka menyetorkan Rp 300.000 ke Pak RT seperti pesanan awal.
“Jane dalam bathin ya gimana gitu. Masa kami yang punya nama dan hak dari pusat, hanya terima separuh. Padahal Pak Presiden Jokowi saja sampai mengawal agar bantuan bisa diterima utuh. Kalau sumbangan atau seikhlasnya mestinya ya semampu kita, apakah mau ngasih Rp 50.000, Rp100.000 atau berapa. Bukan langsung diputusi harus separuh begitu. Setelah kami serahkan Rp 300.000, kemudian dari Pak RT datang lagi mengembalikan Rp 50.000, katanya setelah dihitung lagi, hanya Rp 250.000,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan ada beberapa penerima bantuan sembako yang juga masih menerima BLT DD. Warga penerima tak kuasa untuk melawan atau memberontak lantaran sebelumnya sudah ada warning kalau tak manut, maka ke depan jika ada program bantuan tak akan diikutkan.
Tak hanya penerima BST, pengakuan senada juga muncul dari penerima BLT DD di dukuh lain di desa yang sama. Y, warga di RT 24, mengaku juga dipotong Rp 150.000 dan diminta disetorkan ke Ketua RT.
“Kata Pak RT untuk pemerataan diberikan ke warga yang nggak dapat,” terangnya saat dikonfirmasi bersama BPD, Selasa (2/6/2020).
Senada di RT 23, salah satu penerima BLT DD, berinisial D, juga mengatakan bahwa dana Rp 600.000 jatahnya diminta disetorkan Rp 200.000 oleh RT.
Namun potongan yang dibahasakan untuk dibagi ke warga yang tidak menerima itu, tidak disertai kuitansi atau tanda terima.
‘Dipotong Rp 200.000 Pak. Sanjange dibagi kalih sing boten nampa. Yang nampi dipotong sedaya Rp 200.000. Sak derenge mpun dikandani riyin (Katanya dibagi dengan yang nggak nerima. Yang menerima semua dipotong Rp 200.000. Sebelumnya sudah diberitahu),” jelasnya.
Salah satu Ketua RT, P saat dikonfirmasi mengatakan dana BLT DD di wilayahnya sudah dibagi semua. Ia menampik memotong dana itu, akan tetapi itu diberikan oleh warga penerima ikhlas lahir batin dan itu akan diberikan ke warga yang tidak menerima BST maupun BLT DD. Wardoyo