JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Face recognition sebenarnya tidak perlu digunakan dalam program Kartu Prakerja. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, pemakaian metode pengenalan wajah untuk mengidentifikasi identitas peserta program itu berlebihan.
“Itu yang pakai cuma BIN (Badan Intelijen Negara) dan polisi,” kata Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan di kantornya, Jakarta, Jumat (19/6/2020).
Selain berlebihan, Pahala menilai penggunaan face recognition juga mahal. Manajemen pelaksana atau PMO Kartu Prakerja menganggarkan sampai Rp 30 miliar untuk melakukan face recognition.
Uang itu, salah satunya dipakai untuk menyewa jasa pihak ketiga yang akan mencocokan foto diri yang diunggah calon peserta dengan data di Sistem Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri. Butuh biaya Rp 5.500 per peserta untuk melakukan pencocokan itu.
Menurut Pahala, pihak pelaksana Prakerja berdalih menggunakan pengecekan itu untuk menghindari adanya peserta dengan identitas ganda yang melamar program Prakerja.
Namun, menurut Pahala, pencocokan lewat wajah justru punya kelemahan. Dia bilang foto tak akan dikenali bila peserta tersebut berubah penampilan.
Karena itu, hasil kajian KPK menyarankan agar identifikasi calon peserta cukup menggunakan Nomor Induk Kependudukan.
Metode itu gratis dan lebih akurat untuk mengidentifikasi kebenaran data peserta. KPK merekomendasikan manajemen program Prakerja cukup menggunakan NIK.
“Cukup cek NIK saja, gratis,” ujar dia.