JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Terdakwa kasus dugaan suap dana hibah dari Kementerian Pemuda dan Olahraga ke Komite Olahraga Nasional Indonesia, Imam Nahrawi memohon kepada Majelis Hakim untuk menjadi justice collaborator dalam kasus yang membelitnya.
Dalam persidasngan, Imam mengaku telah berkali-kali memohon kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menghadirkan barang bukti dalam persidangan.
Barang bukti itu berupa CCTV dan percakapannya dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Namun, menurut Imam, hingga saat ini, jaksa tak pernah melakukannya.
“Padahal, pada awalnya mereka telah berjanji untuk membawanya,” ucap Imam saat membacakan nota pembelaannya pada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (19/6/2020).
Imam berujar sudah sampai bersumpah di atas Al-quran pada persidangan asisten pribadinya, Miftahul Ulum, bahwa dia tidak tahu menahu tentang uang Rp 11,5 miliar tersebut.
“Demi Allah, demi Muhammad SAW, dalam persekongkolan jahat ini ke mana aliran dana Rp 11,5 M ini? Demi Allah, demi Rasullah, saya tidak menikmati, Yang Mulia walau 1 rupiah pun dari dana 11,5 M itu,” ujar Imam kepada majelis hakim.
Imam pun kemudian mengajukan diri sebagai justice collaborator untuk mengungkap aliran dana Rp 11,5 miliar tersebut.
“Demi Allah, demi Rasulullah, saya akan membantu majelis hakim yang terhormat, jaksa penuntut umum dan Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk mengungkap aliran dana Rp11,5 M dan memohon kepada, Yang Mulia ajukan saya sebagai juctice colaborator untuk mengungkap Rp 11,5 M ini,” ucap Imam.
Dalam kasus itu, KPK menuntut Imam dengan hukuman penjara selama 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain hukuman pokok, jaksa menuntut Imam Nahrawi membayar uang pengganti sebesar Rp 19 miliar. Jaksa juga menuntut pencabutan hak politik untuk dipilih menjadi pejabat publik selama 5 tahun setelah menjalani masa hukuman.
Jaksa menganggap Imam terbukti menerima suap senilai Rp 11,5 miliar terkait pencarian dana hibah dari Kemenpora ke Komite Olahraga Nasional Indonesia.
Suap diberikan untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.
Selain suap, jaksa menyatakan Imam juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 8,6 miliar selama menjabat sebagai menteri.
Gratifikasi itu berasal dari Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan terkait Program Indonesia Emas.