SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM -Pilkada serentak akan digelar 9 Desember mendatang. Di Jawa Tengah ada 21 kabupaten/kota yang juga akan menggelar Pilkada serentak pada akhir tahun itu. Berbagai tahapan sudah berjalan hingga sekarang. Dinamika politik pun mulai menghangat di kabupaten/kota yang menggelar Pilkada, salah satunya di Kota Surakarta.
Menurut Khafid Sirotudin, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Tengah, adanya dinamika politik di masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah dalam menyongsong Pilkada serentak merupakan hal yang wajar dan normal sehingga tidak perlu disikapi yang berlebihan baik oleh aparat pemerintah dan keamanan.
“Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban demokrasi. Punya hak untuk mengajukan diri sebagai Calon Bupati/Walikota atau Cawabup/Cawakot. Punya hak untuk memilih dan dipilih. Namun disisi lain juga memiliki kewajiban demokrasi yakni menghormati orang lain, mengikuti proses demokrasi berdasarkan ketentuan peraturan yang ada, dan memperhatikan etika politik yang adiluhung,” ujarnya.
Dinamika politik di Kota Solo berlangsung karena dipengaruhi
putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang ikut mencalonkan diri dan sudah mendapatkan rekomendasi dari mayoritas parpol yg ada. “Bahkan bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai oligarkhi politik dan meniscayakan kompetisi demokrasi,” katanya.
Menyinggung kemungkinan adanya Pasangan Calon (Paslon) tunggal dalam pilkada, Khafid memprediksi ada 7 kabupaten/kota yang berpotensi besar berlangsung paslon tunggal. “Melihat konstelasi politik yang ada, kemungkinan terjadi pasangan calon tunggal di Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Kebumen,” paparnya.
Menurut Khafid, adanya Paslon tunggal dalam Pilkada merupakan realitas demokrasi di Indonesia. “Bukankah dalam Pilkades di desa-desa di kabupaten se Jateng hal tersebut biasa terjadi,” ujarnya setengah bertanya.
Kalo benar 7 kabupaten/kota se-Jateng nantinya terjadi paslon tunggal (33% dari 21 kabupaten/kota), maka setidaknya ada beberapa catatan kritis terkait pelaksanaan Pilkada langsung sejak tahun 2005.
“Pertama, pelaksanaan demokrasi substansif semakin jauh dan lebih dekat menjalankan demokrasi prosedural. Kedua, kurang berhasilnya parpol melakukan fungsi kaderisasi politik. Banyak Ketua Parpol dan aggota DPRD yang tidak berani mencalonkan diri sebagai balon kepala daerah atau wakil kepala daerah. Ketiga, penyelenggaraan Pilkada langsung yang membutuhkan cost politics (biaya politik) yang semakin mahal dari kontestan,” paparnya.
Terkait dengan partisipasi publik, Khafid menghimbau agar masyarakat, khususnya warga dan simpatisan Muhammadiyah menggunakan hak pilihnya secara berkeadaban. Termasuk memilih kotak kosong juga diperbolehkan. “Datanglah ke TPS-TPS pada 9 Desember nanti. Gunakan hak pilih saudara meskipun dengan mencoblos “bumbung kosong” (kotak kosong). Sebab memilih bumbung kosong juga cara yang sah untuk menunaikan hak demokrasi dan dijamin UU,” ujarnya menutup perbincangan.(*)