SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM -Mencermati terjadinya peningkatan warga masyarakat yang terkena Covid-19 di berbagai daerah di Indonesia khususnya di Jawa Tengah dalam sebulan terakhir ini, maka Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah mengusulkan agar pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2020 ditunda pelaksanaannya.
Apalagi beberapa komisioner KPU RI, staf penyelenggara Pilkada serta bakal calon kepala/wakil kepala daerah di berbagai wilayah positif terpapar Covid-19. “Kami berpendapat Pilkada sebaiknya ditunda pelaksanaannya. Bisa September 2021 seperti opsi yg dulu pernah dibahas DPR bersama Pemerintah, atau ditentukan kemudian sambil memperhatikan perkembangan pandemi yang ada. Ini untuk keselamatan jiwa rakyat Indonesia,” kata Khafid Sirotudin, Ketua LHKP PWM Jateng, Senin (21/9/2020).
Ditambahkan Khafid, bagaimanapun urusan menyelamatkan jiwa dan nyawa rakyat harus lebih diutamakan daripada mengejar kekuasaan melalui Pilkada dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Keselamatan nyawa seorang manusia merupakan hak asasi yang paling elementer.
“Pertumbuhan ekonomi menurun masih bisa diperbaiki dan dinaikkan kembali ketika kondisi new normal terjadi. Periode Kepala Daerah berakhir masih bisa ditunjuk Pejabat Pelaksana Tugas oleh Pemerintah pusat dan Mendagri. Tapi ratusan tenaga medis dan paramedis, serta ribuan nyawa rakyat yang meninggal apa bisa hidup kembali,” kata Khafid.
Wacana penundaan Pilkada akhir-akhir ini mulai banyak disuarakan oleh berbagai kalangan. Ketua MPR, Mantan Wapres Jusuf Kalla sampai PBNU pun ikut berbicara. Namun hingga saat ini, baik pemerintah, DPR maupun KPU belum bersikap terkait desakan penundaan Pilkada serentak Desember tahun ini.
Menyangkut waktu dan teknis penundaan pilkada yang paling tepat, Khafid berpendapat bahwa waktu yang paling tepat yakni setelah tahapan Penetapan Paslon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Penundaan pelaksanaan Pilkada bukan berarti pembatalan proses dan tahapan-tahapan pilkada yang sudah berjalan dikembalikan ke titik nol atau kembali ke tahapan awal. Namun hanya ‘menunda dan atau memperpanjang beberapa tahapan pilkada yang belum dijalankan’. Yaitu tahapan kampanye, pencoblosan, penghitungan suara dan penetapan pemenang Pilkada. “Penundaan setelah penetapan paslon oleh KPU adalah waktu yang paling tepat. Paslon sudah ada dan tidak perlu dikocok ulang dari nol,” imbuh Khafid meyakinkan.
Menurut Khafid, penundaan pilkada setelah penetapan paslon akan memberikan hikmah dan keuntungan bagi berbagai pihak, antara lain: Pertama, bisa merealokasikan APBD/APBN untuk Pilkada dialihkan bagi penanganan pandemi Covid-19.
Kedua, tahapan kampanye paslon menjadi lebih lama sebagaimana Pemilu Legislatif (9-12 bulan). Waktu kampanye yang relatif lama akan memberikan manfaat bagi rakyat untuk lebih mampu menakar dan menilai paslon yang ada. Termasuk untuk menimbang, memilah dan memilih bumbung kosong apabila terjadi paslon tunggal. “Bagi paslon yang sudah ditetapkan KPUD juga akan lebih rileks, tidak tergesa-gesa atau istilah Jawanya ora kemrungsung dalam mensosialisasikan program dan dirinya kepada calon pemilih,” katanya.
Ketiga, bagi parpol pengusung paslon, juga memiliki kesempatan lebih panjang untuk konsolidasi pengurus dan anggotanya. Itung-itung buat memanasi mesin politik sebagai persiapan dini menuju pemilu 2024. Keempat, pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu, Petinggi Parpol akan mendapat apresiasi positif dari seluruh rakyat Indonesia, sebagai modal yang tak ternilai harganya ketika recovery ekonomi pasca pandemi dijalankan. Kelima, aparat negara seperti TNI dan Polri bisa lebih fokus dan konsentrasi penuh membantu pemerintah, serta bersinergi dengan berbagai kelompok masyarakat dalam menghadapi pandemi di tengah situasi kondisi yang memprihatinkan ini.
“Kami berharap pemerintah dan DPR segera bertemu untuk membahas dan menetapkan peraturan terkait penundaan pilkada. Selanjutnya KPU dengan secara cepat dan tepat membuat PKPU tentang juklak penundaan pilkada. Lebih cepat lebih baik,” lanjut Khafid.
Khafid mencontohkan, penundaan Muktamar Muhammadiyah di Solo yang rencananya pada 1-5 Juli 2020, dengan rela hati ditunda sampai tahun 2021 atau 2022 setelah mempertimbangkan madharat dan manfaatnya bagi umat dan masyarakat. “Maka kami berharap Pemerintah, DPR dan KPU lebih berani bersikap untuk menghindari kemadharatan yang lebih besar daripada sedikit manfaat kekuasaan yang akan diperoleh di skala lokal daerah,” katanya. (ASA)