JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law memicu gelombang penolakan dari serikat buruh. Mereka mengecam sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja yang dianggap menyengsarakan buruh.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut banyak informasi bohong atau hoaks yang beredar di masyarakat terkait Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, yang baru disahkan pada Senin (5/10/2020) lalu. Salah satunya adalah isu mengenai UU Cipta Kerja yang menghapus upah minimum bagi para pekerja.
Menanggapi isu tersebut, Airlangga pun menegaskan bahwa upah minimum tidak dihapus, melainkan besarannya memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. “Banyak hoaks yang beredar, tapi saya tegaskan upah minimum tidak dihapuskan. Tapi (besarannya) tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” ujar Airlangga dalam konferensi pers secara daring pada Rabu (7/10/2020).
Protes terkait upah minimum sebelumnya disampaikan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan pemerintah berupaya menghapus upah minimum kabupaten/kota atau UMK dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota atau UMSK.
Menurut Airlangga, pengaturan terkait upah minimum tetap mengacu pada beleid sebelumnya, yakni UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selanjutnya, detail terkait ketentuan di dalamnya diatur melalui regulasi turunan, yakni peraturan pemerintah atau PP.
Adapun Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, UU Cipta Kerja justru memberikan jaminan pengupahan bagi buruh. Menurut dia, dalam beleid baru, aturan tentang penangguhan pembayaran upah dihapus. “Upah tidak bisa ditangguhkan,” ucapnya.
Aturan-aturan yang ada, kata Ida, juga telah memberikan perkuatan perlindungan pengupahan, termasuk pekerja di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah. Dengan demikian, ia pun memastikan UU yang baru tidak mengurangi hak-hak buruh. “Jadi perluasan kesempatan kerja juga diharapkan dari UMKM kita. Dan akan diatur pengupahannya dalam UU Cipta Kerja,” katanya.