SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Nama Sragen menjadi sorotan di kalangan dunia kuliner hitam berbahan daging anjing. Tak dinyana, ternyata selama ini anjing-anjing yang diperjualbelikan untuk kuliner di Solo Raya, mayoritas dipasok dari Sragen.
Dinas Peternakan dan Perikanan pun bahkan menyebut bahwa ada pengepul atau pemasok anjing asal Gemolong Sragen. Ironisnya lagi, mayoritas pengepul yang memperdagangkan anjing-anjing itu ternyata adalah orang-orang tajir.
Mereka bahkan berprofesi sebagai juragan atau pemasok beras yang sering memasok ke Jakarta atau luar kota lainnya.
“Iya, dari 9 orang pengepul anjing skala besar di Gemolong itu rata-rata punya usaha beras semua. Mereka juragan beras besar yang memasok ke Jakarta dan sekitarnya,” papar Kabid Keswan Disnakkan Sragen, Toto Sukarno, kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Sabtu (23/1/2021).
Yang lebih miris lagi, Toto mengungkap bahwa para pengepul yang mayoritas berdomisili di Ngembat Padas, Gemolong itu ternyata adalah orang kaya.
Selain itu, dari segi keyakinan mereka mayoritas adalah penganut agama Islam. Padahal dalam ajaran Islam, hewan anjing sudah ditegaskan haram untuk dikonsumsi.
“Semua rumahnya besar-besar dan kendaraannya bagus-bagus. Lucunya di rumahnya tidak ada anjingnya,” terang Toto.
Fakta itu ia ungkap dari hasil investigasi dan pengecekan ke lapangan. Toto juga menyebut ata-rata pengepul itu berdomisili di lingkungan yang agamis dan di sekelilingnya juga berdiri masjid-masjid bagus.
“Di Mijahan itu lingkungannya juga sangat agamis. Kami nggak tahu, kenapa mereka memperjualbelikan anjing. Sudah berkali-kali kami mengumpulkan mereka dan diberi pemahaman bahwa itu salah dan tidak dibenarkan dari sisi agama. Tapi ya tetap nekat,” tandasnya.
Kepala Disnakkan Sragen, Muh Djazairi mengungkap praktik jual-beli anjing untuk dikonsumsi itu sudah berjalan bertahun-tahun.
Dari para pengepul itulah, hewan-hewan anjing kemudian dikirim ke wilayah Solo dan sekitarnya untuk dijadikan bahan kuliner di warung-warung guguk.
“Iya benar, pengepulnya itu ada di Gemolong. Mereka tiap masok beras ke Jakarta dan Jawa Barat, nanti pulangnya nyangking atau bawa dagangan anjing. Lalu sampai sini dipasok ke wilayah Solo Raya. Makanya warung Guguk Solo itu kalau ditanya anjingnya dari mana dari Sragen. Di Boyolali ditanya guguknya dari mana, dari Sragen,” urainya.
Djazairi menguraikan meski mencatut nama Sragen, namun ia memastikan anjing-anjing yang diperjualbelikan untuk konsumsi itu bukan berasal dari Sragen.
Melainkan anjing yang didatangkan dari luar daerah. Yakni dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Si pengepul, mendatangkan anjing-anjing dari wilayah tersebut untuk kemudian ditampung di Sragen.
“Itu (anjing) bukan produksi Sragen. Itu dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Ada semacam pedagang atau penampung di Gemolong nah kemudian dikirim ke Solo Raya. Sing mbelih wong Solo dan sekitarnya. Penyembelihannya di wilayah masing-masing. Meski disebut dari Sragen, sebenarnya di Sragen sendiri tidak ada barangnya (anjing),” terangnya.
Ia menegaskan sebenernya praktik penyembelihan anjing untuk konsumsi tak bisa dibenarkan. Pun dengan aktivitas jual-beli dan penampungan anjing untuk disembelih itu juga tak bisa dibolehkan.
Hanya saja, untuk menjerat pelaku pengepul dan aktivitas penjualannya, belum bisa dilakukan karena belum ada payung hukum untuk landasan.
“Anjing nggak boleh diperjualbelikan untuk dikonsumsi karena bukan hewan peruntukkan disembelih. Tapi kami terbentur belum ada payung hukumnya. Mestinya butuh semacam Perbup untuk bisa menjerat,” tukasnya. Wardoyo