KARANGANYAR, JOGLOSEMARNEWS.COM -LSM Gerakan Rakyat Tumpas Korupsi (Gertak) melaporkan kasus dugaan penyimpangan hukum dalam rekruitmen 192 perangkat pada 112 desa di Karanganyar, pada akhir 2020 lalu.
Dalam laporan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng tersebut, pelapor menuding adanya gratifikasi, kolusi serta unsur transaksional di dalamnya. Di samping itu, pihak pelapor juga menuding rekrutmen perangkat desa tersebut cacat hukum.
Bahkan, dalam laporannya pihak pelapor menyebut ada satu oknum anggota DPRD Karanganyar yang diduga tertangkap tangan oleh aparat hukum terkait dugaan jual beli jabatan perangkat di salah satu desa.
Pihak pelapor, yakni Ketua LSM Gertak, Agung Sutrisno mengatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, terdapat sejumlah point krusial pelanggaran hukum.
Di antaranya adalah adanya pembiaran kekosongan jabatan perangkat desa di 112 desa sejak awal 2019 hingga hampir dua tahun.
Padahal, menurut Agung, sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 77 Tahun 2019 tentang mekanisme pengangkatan perangkat desa Bab Dua Pasal 2 (2), penyaringan dan penjaringan bakal calon perangkat desa paling lama dua bulan sebelum jabatan perangkat desa kosong atau diberhentikan.
“Fakta yang terjadi adalah pembiaran kekosongan jabatan perangkat desa selama hampir dua tahun terhitung awal 2019 hingga Desember 2020, ” tandasnya pada Konferensi Pers di Karanganyar, Kamis (18/2/2021).
Menurut Agung Sutrisno, klimaksnya setelah pembiaran kekosongan jabatan sebanyak 192 perangkat desa, Pemkab Karanganyar melakukan rekruitmen secara serentak untuk pengisian sebanyak 192 jabatan calon perangkat desa di 112 desa.
Dalam proses pengisian jabatan tersebut, Agung mengatakan, ada getakan sistematis yang digiring dalam satu sistem oleh Trio kekuasaan di Karanganyar.
Yang dimaksud trio kekuasaan menurut Agung adalah oknum Dinas Pemberdayaan Masyarakat (Dispermades), oknum Camat dari 16 kecamatan dan oknum Inspektorat.
Selain itu, menurut Agung Sutrisno, sistem tes rekruitmen harus melalui pihak ketiga, yakni dua universitas yang ditunjuk secara lisan oleh oknum Dispermades, Oknum camat dan dengan pembiaran oleh Inspektorat.
“Ingat sesuai UU Nomor 6 Pasal 26 Tahun 2014 Tentang Desa disebutkan bahwa kepala desa dalam melaksanakan tugasnya berwenang mengangkat & memberhentikan perangkat desa. Tapi mengapa peran dan kewenangan kepala desa diberangus dan secara sistematis digiring untuk bekerjasama dengan pihak ketiga yakni dua universitas, meskipun akhirnya satu universitas mengundurkan diri dari kerjasama tersebut dan tinggal satu universitas saja,” ujarnya.
Yang lebih memprihatinkan, ujar Agung, di mana pada gilirannya Camat menekan Kades untuk membuat SK pengangkatan kepada calon terpilih.
Adapun calon terpilih adalah calon yang nilai hasil tesnya tertinggi setelah menjalani tes di universitas selaku panitia seleksi.
“Ini ngeri. Atas dasar apa nilai tertinggi mesti terpilih menjadi perangkat desa, sedangkan sejatinya yang berhak menentukan siapa yang dipilih dan dilantik itu mutlak hak Kades,” ungkapnya.
Untuk itulah Agung Sutrisno melaporkan kasus tersebut kepada Kejaksaan Tinggi Jateng pada Rabu (3/2/2021) karena dirinya menganggap proses rekruitmen cacat hukum dan dilakukan sistematis sarat dugaan kolusi, gratifikasi dan transaksional.
“Ini kasus serius. Maka, mohon Kejaksaan Tinggi mengusut dan jika terbukti maka pelantikan perangkat desa yang cacat hukum harus dibatalkan demi hukum,” imbuhnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala Dispermades Pemkab Karanganyar Agus Heri Bindarto mengatakan belum bisa memberikan jawaban dan akan berkordinasi dengan Biro Hukum Pemkab Karanganyar.
“Karena ini masalah tuduhan hukum, kami koordinasikan dulu dengan Biro Hukum Pemkab terlebih dulu. Besok saja jika Biro Hukum sudah siap maka kita ketemu untuk menjawabnya,” tandasnya kepada JOGLOSEMARNEWS, Kamis (18/2/2021). Beni Indra