JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Keberadaan Undang-undang ITE dinilai tidak sinkron dengan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) uang ingin mendapatkan kritikan dari luar.
Karena itu, selaras dengan keinginan presiden tersebut, idealnya Undang-undang ITE harus direvisi.
Hal itu disampaikan oleh Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia), Hendri Satrio.
Dia mengatakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE) memang selayaknya direvisi.
Hendri mengatakan percuma jika Presiden Jokowi hanya sekedar minta dikritik tanpa ada revisi aturan tersebut.
“Aturan ini lah yang paling sering dipakai menjerat mereka yang mengkritik pemerintah,” kata Hendri kepada Tempo, Jumat (12/2/ 2021).
Catatan KontraS, hingga Oktober 2020, ada sebanyak 10 peristiwa dan 14 orang yang diproses karena mengkritik Presiden Jokowi.
Lalu dari 14 peristiwa, 25 orang diproses dengan obyek kritik Polri, dan 4 peristiwa dengan 4 orang diproses karena mengkritik Pemda. Mereka diproses dengan penggunaan surat telegram Polri maupun UU ini.
Menurut Hendri, serangan kepada pengkritik pemerintah saat ini bukan hanya dari segi hukum, tapi juga bersifat pribadi di media sosial. Meski demikian, ia menilai tidak bisa menarik garis lurus bahwa yang dilakukan buzzer maupun relawan pendukung pemerintah yang melaporkan pengkritik adalah tindakan yang garis lurus dengan pemerintah.
“Itu sulitnya,” kata pengamat politik tersebut.
Selain mengusulkan adanya revisi UU ITE, Hendri berpesan agar Kapolri mengawal momentum kebebasan pers sesuai arahan Presiden Jokowi dalam sidang umum tahunan MPR pada 2020 lalu. Saat itu, Jokowi menyampaikan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa tebang pilih.