JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Polemik mengenai penelitian vaksin Nusantara, mendorong Komisi Kesehatan DPR RI mengundang kedua belah pihak untuk melakukan klarifikasi secara utuh, Rabu (17/3/2021).
Dalam pertemuan di gedung DPR RI tersebut, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito membeberkan kajian lembaganya mengenai Vaksin Nusantara.
Anggota Komisi Kesehatan DPR dari PDI Perjuangan, Muchamad Nabiel Haroen berujar, pertemuan informal tersebut digelar fraksinya untuk memediasi BPOM dengan tim Vaksin Nusantara.
Selain itu, persamuhan ditujukan untuk mendapat penjelasan utuh ihwal vaksin tersebut.
“Biar kesannya jangan saling tabrakan,” kata Nabil seperti dikutip dari laporan Majalah Tempo edisi 20 Maret 2021.
Dokumen hasil pemeriksaan tim BPOM yang salinannya diperoleh Majalah Tempo menunjukkan berbagai kejanggalan penelitian vaksin.
Misalnya, tidak ada validasi dan standardisasi terhadap metode pengujian. Hasil penelitian pun berbeda-beda, dengan alat ukur yang tak sama.
Selain itu, produk vaksin tidak dibuat dalam kondisi steril. Catatan lain adalah antigen yang digunakan dalam penelitian tidak terjamin steril dan hanya boleh digunakan untuk riset laboratorium, bukan untuk manusia.
“BPOM menyatakan hasil penelitian tidak dapat diterima validitasnya,” tertulis dalam dokumen tersebut.
Dokumen yang sama menyebutkan tak ada satu pun peneliti dari Indonesia yang bisa menjawab pertanyaan dalam pertemuan dengan Komisi Nasional Penilai Obat pada Selasa, 16 Maret lalu.
Semua pertanyaan dijawab oleh peneliti dari Aivita Biomedica Inc, yang merupakan orang asing.
Dalam bagian lain dokumen disebutkan, uji klinis terhadap subyek warga negara Indonesia dilakukan oleh peneliti asing yang tidak dapat menunjukkan izin penelitian.
Bukan hanya peneliti, semua komponen utama pembuatan vaksin Nusantara pun diimpor dari Amerika Serikat.
Penny Lukito membenarkan isi dokumen tersebut. Ia mencontohkan para peneliti bahkan tidak bisa memastikan metode dendritik yang diteliti merupakan vaksin atau terapi.
“Penelitinya tidak bisa menjawab,” kata dia.
Inisiator vaksin Nusantara, Terawan Agus Putranto dalam rapat kerja di DPR mengklaim pengembangan sel dendritik dilakukannya sejak 2015 saat menjabat Kepala RSPAD. Ia pun mengklaim hasil penelitiannya berjalan positif.
“Semua berjalan baik, membuat kami mantap,” ujarnya ketika itu.
Muhammad Karyana, peneliti vaksin Nusantara mengatakan, timnya sudah menjelaskan penelitian dan menjawab segala pertanyaan yang muncul dalam rapat dengar pendapat.