Beranda Umum Nasional MUI Buka-bukaan Dasar Sebut Vaksin Astrazeneca Haram: Komisi Fatwa Punya Pedoman dan...

MUI Buka-bukaan Dasar Sebut Vaksin Astrazeneca Haram: Komisi Fatwa Punya Pedoman dan Standar Sendiri Tentang Halal Haramnya Suatu Produk

Proses kedatangan vaksin Covid-19 Astrazeneca di Bandara Soekarno-Hatta, pada 8 Maret 2021. Foto: YouTube/Sekretariat Presiden

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Majelis Ulama Indonesia (MUI) buka-bukaan soal dasar yang digunakan sehingga dapat menyatakan bahwa vaksin Covid-19 buatan Astrazeneca haram.

Meski dinyatakan haram, namun Komisi Fatwa MUI tetap memperbolehkan penggunaan vaksin Astrazeneca untuk vaksinasi Covid-19 setelah mempertimbangkan lima hal.

Disampaikan Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin AF, vaksin Astrazeneca memang memiliki kandungan babi. Hal tersebut berdasarkan temuan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI. Namun, karena unsur kedaruratan, vaksin Covid-19 ini masih boleh dipakai.

“Kami membuat fatwa itu berdasarkan laporan LPPOM MUI. Mereka melaporkan ada tripsin dari babi. Berdasarkan laporan itulah kami membuat fatwa bahwa Vaksin Astrazeneca haram karena mengandung tripsin dari babi,” kata Hasanuddin, dikutip Tempo.co, Minggu (21/3/2021).

Pernyataan tersebut sekaligus sebagai tanggapan atas klarifikasi dari pihak produsen Astrazeneca yang membantah menggunakan unsur hewani dalam proses pembuatan vaksin mereka.

Hasanuddin menambahkan, pihaknya akan lebih mempercayai LPPOM dan temuannya. Terlebih lagi, LPPOM telah bekerja sama dengan MUI selama puluhan tahun dalam menentukan halal tidaknya suatu produk.

Baca Juga :  Jelang Pilkada, Mensos Tetap Akan Salurkan Bansos yang Bersumber dari APBN dalam Bentuk Uang, Bukan Barang

“Kami Komisi Fatwa MUI punya pedoman, punya standar sendiri tentang halal haramnya suatu produk, termasuk obat-obatan, termasuk vaksin,” kata Hasanuddin.

Pendekatan Berbeda

Meski begitu, Hasanuddin mengungkapkan bahwa dalam mengkaji vaksin Astrazeneca, MUI menggunakan pendekatan yang berbeda dengan saat mengkasi vaksin Sinovac dari China.

Untuk vaksin Sinovac, MUI mengutus langsung perwakilan ke lokasi produksi vaksin di China guna menilai kehalalan vaksin tersebut. Sedangkan untuk vaksin Astrazeneca, MUI hanya melakukan penilaian dari pertimbangan data-data yang diterima LPPOM saja.

“Kalau Sinovac memang beda. Itu memang ada utusan dari MUI ke China sana untuk mengaudit. Kalau ini enggak. Jadi LPPOM mendapatkan bahan-bahan, dan diteliti bahan-bahannya di lab dan sebagainya,” kata Hasanuddin.

Sebelumnya, Komisi Fatwa MUI telah menetapkan Astrazeneca haram karena mengandung unsur tripsin babi dalam proses pembuatannya. Meski begitu, Komisi Fatwa menyatakan vaksin tersebut tetap boleh dipergunakan dengan mempertimbangkan unsur kedaruratan.

Keputusan mengizinkan penggunaan vaksin Astrazeneca diambil setelah mempertimbangkan lima alasan, yakni pertama, adanya kebutuhan yang mendesak; kedua, keterangan dari ahli yang menyatakan bahaya atau risiko jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19.

Baca Juga :  Besok, Guru Bimbingan Konseling Tak Lagi Wajib Mengajar Tatap Muka 24 Jam

Ketiga, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci terbatas. Keempat, adanya jaminan keamanan penggunaan dari pemerintah jika digunakan sesuai aturan, serta alasan kelima, pemerintah tidak bisa secara leluasa memilih jenis vaksin Covid-19 yang digunakan.

www.tempo.co