JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebanyak 202 masyarakat di Indonesia potensial menjadi sasaran paham radikalisme. Pasalnya, belakangan ada tren, penyebaran paham radikalisme cenderung menggunakan platform di media sosial (Medsos).
Demikian ditegaskan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Polri Rusdi Hartono. Dia mrnyampaikan hal itu dalam diskusi daring, Minggu (4/4/2021).
“Jadi sebenarnya yang perlu kita cermati bersama bahwa sekarang penularan daripada paham-paham itu. Itu banyak menggunakan internet ataupun media sosial yang sekarang banyak digunakan oleh masyarakat,” kata Brigjen Rusdi.
Ia pun menjelaskan bahwa pengguna internet Indonesia telah mencapai 73.3 persen dari populasi.
Jumlah itu setara dengan 202 juta lebih pengguna internet warga Indonesia yang telah bisa mengakses internet.
“Begitu banyaknya ini tentunya membutuhkan masyarakat yang harus bisa memilih dan memilah konten-konten mana itu yang benar, konten-konten mana yang menyesatkan,” ungkap dia.
Atas dasar itu, Rusdi menyampaikan peran masyarakat untuk memilih sebuah informasi menjadi penting.
Hal itu agar masyarakat tidak mudahkan disesatkan informasi ataupun ajaran yang tidak benar.
“Jika tentunya masyarakat hanya pintar memilih dia tidak akan tersesat. Tapi lain halnya jika masyarakat tidak mampu memilah sehingga dia pun akan disesatkan dengan konten konten yg dia baca, dia dengar, dan dia lihat di media sosial,” jelas dia.
Rusdi kemudian mencontohkan kasus penyerangan terduga teroris Zakiah Aini dengan senjata airgun di Mabes Polri.
Dia menduga pelaku menerima ajaran yang salah dari internet.
“Ketika kita bicara bahwa ZA melakukan sendiri adalah dimungkinkan apa yang didapat oleh ZA yang dipahami dari ZA itu bersumber dari internet. Itu bersumber dari media sosial yang sekarang berkembamg luar biasa di tengah tengah masyarakat,” ujar dia.
“Karena 21 jam sebelum kejadian, tersangka ZA ini memposting di instagramnya bendera ISIS dan juga tentang perjuangan dalam berjihad,” sambungnya.
Oleh sebab itu, kata dia, masalah ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan institusi Polri untuk dapat menyajikan informasi yang resmi dan terpercaya.
“Tantangan ke depan bagaimana masyarakat ini diberikan informasi yang resmi dan terpercaya, tentunya melalui aparat pemerintah. Polri telah berusaha bagaimana memberikan informasi yang resmi yang terpercaya ini dengan yang namanya kegiatan polisi virtual,” tukas dia.