Beranda Umum Nasional Sempat Jadi Pro dan Kontra, Bagaimana Aturan Membangunkan Sahur yang Baik dan...

Sempat Jadi Pro dan Kontra, Bagaimana Aturan Membangunkan Sahur yang Baik dan Bolehkah Pakai Toa Masjid? Begini Jawab Kemenag

Ilustrasi warga membangunkan sahur menggunakan bedug. Foto: Warta Kota/Nur Ichsan via Tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Setiap datang bulan Ramadan, selalu ada kegiatan yang dilakukan hanya pada bulan ini, seperti salat Tarawih berjamaah di masjid hingga berkeliling membangunkan sahur pada dini hari.

Untuk kegiatan membangunkan sahur, beberapa waktu lalu sempat viral salah seorang selebritas yang mengkritik cara membangunkan sahur dengan berteriak-teriak menggunakan toa masjid.

Hal itu pun menjadi perbincangan dan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat tentang cara membangunkan sahur yang baik. Lantas bagaimana pedoman sebenarnya dari Kementerian Agama?

Menurut Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Kemenag, Mohammad Agus Salim, tradisi membangunkan sahur sedianya disampaikan dengan cara-cara yang santun, baik, dan sopan, agar keutamaan dan keberkahannya tetap terjaga.

“Membangunkan sahur itu adalah perbuatan baik, tapi juga perlu dilakukan dengan cara yang santun dan baik untuk menambah kualitas kebaikan itu sendiri,” ujar Agus melalui keterangan tertulis, Minggu (25/4/2021).

Saat membangunkan sahur, perlu juga memperhatikan hak kepentingan pribadi orang lain. Jangan sampai kegiatan yang bertujuan baik justru mengganggu hak-hak orang lain. Misalnya orang yang sedang sakit, punya bayi atau anak kecil, atau pun warga non-muslim.

Baca Juga :  Konflik PBNU Memanas, Yahya Staquf Akui Diteror Lewat Telepon dan WA

Hal ini, menurut Agus Salim, sejalan dengan semangat moderasi beragama yang dalam beberapa tahun terakhir didengungkan Kemenag.

“Bahkan dalam diskursus moderasi agama tentu saja tidak hanya milik tradisi Islam, tapi juga untuk agama lainnya,” tutur Agus.

Aturan Penggunaan Toa Masjid

Sementara itu, Pelaksana Subdirektorat Kemasjidan Fakhry Affan mengungkapkan, sejak tahun 1978 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama telah mengeluarkan tuntunan penggunaan pengeras suara.

Instruksi tersebut tertuang dalam KEP/D/101/1978 tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar dan musala.

“Takmir masjid juga harus tegas mengatur penggunaan alat pengeras suara atau toa masjid, misalnya untuk membangunkan sahur pada pukul 02.30, 03.00 dan 03.30, durasi penggunaannya cukup satu menit, dengan suara yang baik dan cara yang baik,” ujar Fakhry.

Baca Juga :  Desakan Terus Menguat, Pemerintah Tetap Belum Naikkan Status Bencana Sumatera sebagai Bencana Nasional. Mengapa?

Menurut Fakhry, di sinilah pentingnya mengimplementasikan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin di tengah kompleksitas kehidupan keagamaan, baik masyarakat perdesaan maupun perkotaan, sebagai jalan moderat yang diejawantahkan dalam Pancasila sebagai nilai-nilai moral publik.

www.tribunnews.com

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.