BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus perahu tenggelam di Waduk Kedungombo yang menewaskan sembilan wisatawan pada Sabtu (15/5/2021) siang masih menyisakan kesedihan mendalam bagi keluarga korban.
Bahkan, dampai hari ini korban selamat pun masih mengalami trauma.
Hal itulah yang dialami Suwarti alias Tinuk (47) salah satu korban selamat asal Dukuh Karangmanis RT 34 / RW 01, Desa/Kecamatan Juwangi.
Ditemui di kediamannya, dia sempat beberapa kali menghela napas panjang sebelum bercerita.
Dia mengaku kepergian ke perairan Kedungombo di Dukuh Bulu, Desa Wonoharjo terjadi spontan.
Saat itu, keluarga besarnya sedang berkumpul di rumahnya. Mereka pun berangkat dengan menggunakan mobil.
Selain Tinuk, juga anaknya, Dwi Adi (16) korban selamat, Destri (12) korban meninggal serta Andi dan Tri Iriana Wahyuningtyas yang tak lain menantu dan anaknya. Serta tiga anak Andi, Zamzam Tabah Oktaviana (7), Acek Jalil Rasyid (4) dan Jalal (1,3). Empat nama terakhir juga meninggal dalam kejadian itu.
“Sesampai di lokasi, mobil diparkir dan kami membeli tiket untuk menuju warung apung,” katanya.
Sesaat dia berhenti dan pandangan matanya menerawang jauh. Setelah melirik Dwi Adi, anaknya yang ikut menemani, dia pun mencoba untuk melanjutkan ceritanya dengan terbata- bata. Saat perahu berjalan, ternyata air mulai masuk ke dalam perahu.
Ketika sudah mendekati warung apung, mendadak seperti ada ombak cukup besar sehingga air masuk cukup banyak. Penumpang pun bertambah panic. Bahkan, dalam waktu singkat, perahu terbalik dan semua penumpang tercebur ke air.
“Saya mencoba menyelamatkan diri dengan menggerakkan tangan dan kaki. Namun saya seakan sudah tidak kuat,” kenangnya dengan sedih.
Tiba- tiba, dia seperti merasakan adanya bisikan dari almarhum suaminya yang baru meninggal 40 hari lalu. Bisikan itu mengingatkan dirinya untuk terus berenang.
“Tiba- tiba, bayangan suami mendorong kaki saya dengan kuat sehingga saya terdorong ke depan dan bisa diraih tim penolong. Saya sudah tidak kuat lagi saat itu,” ujarnya.
Senada, Dwi Adi tidak mengira bisa selamat dari petaka maut.
“Saya sudah sangat lemas karena menelan air cukup banyak dan sulit bernapas. Mendadak, saya seperti menginjak tali dan dengan kekuatan yang tersisa dengan tumpuan tali itu, saya mendorong tubuh ke atas. Saya bersyukur bisa selamat.” Waskita