JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Diserang Pamsimas dan PAM Swadaya, PDAM Sragen Kehilangan 3.250 Pelanggan. Pendapatan Rp 1,2 Miliar Melayang, Pemkab Didesak Buat Perbup!

Sejumlah teknisi PDAM Sragen saat melakukan maintenance sumur di Sragen Dok. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Perumda Air Minum Tirto Negoro Sragen atau PDAM Sragen mengaku kehilangan 3.250 pelanggan selama kurun setahun terakhir.

Ribuan pelanggan itu hengkang seiring maraknya kemunculan Pamsimas dan PAM swadaya yang ada di wilayah mereka. Mereka memutuskan berhenti dari PDAM dan beralih ke layanan Pamsimas dan PAM swadaya.

Fakta itu diungkapkan Dirut PDAM Tirto Negoro Sragen, Supardi Selasa (1/6/2021). Ia mengatakan sejak kehadiran Pamsimas dan PAM swadaya, pihaknya sudah memutus sekitar 3.250 pelanggan.

Wilayah pelanggan yang paling banyak kabur ke Pamsimas dan PAM swadaya itu berada di Masaran. Yakni di Desa Pilang dan Desa Jirapan.

Kemudian Desa Somomorodukuh Kecamatan Plupuh dan beberapa wilayah lainnya. Harga yang lebih murah yakni sekitar Rp 2000 perkubik menjadi alasan pelanggan itu hengkang.

Padahal jika dibanding harga air PDAM perkubik Rp 3.250, selisih harga itu sebenarnya dinilai tidak sebanding dengan jaminan kualitas air dari Pamsimas dan PAM Swadaya.

“Kalau air PDAM itu kan secara fisika dan kimia setiap hari dicek sehingga benar-benar sehat dan aman. Bayangkan air yang keluar dari sumur di wilayah Sragen itu kandungan logam besinya atau FE mencapai 0,9 FE mg liter. Setiap liter mengandung 0,9 gram itu lha kalau dikonsumsi tiap hari sekian kubik betapa banyak kandungan yang masuk ke tubuh. Ini yang mungkin belum sepenuhnya mereka sadari lha ,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Selasa (1/6/2021).

Baca Juga :  Geger Mobil Baru Langsung Rusak, Anggota DPRD Tulungagung Juga Mengalami Kerusakan Mobil Usai Mengisi Dexlite di SPBU Sragen

Supardi menguraikan layanan Pamsimas dan PAM swadaya itu ada yang dikelola desa ada yang dikelola perorangan untuk dikomersilkan. Bahkan sebagian Pamsimas dibangun dari dana aspirasi legislator.

Maraknya dua jenis layanan air minum di pedesaan itu diakui jelas berdampak buruk bagi PDAM. Hengkangnya ribuan pelanggan itu jelas mengurangi potensi pendapatan.

Dari kalkukasinya, hilangnya 3.250 pelanggan itu akan menghilangkan pendapatan PDAM sebesar Rp 1,16 atau hampir Rp 1,2 miliar pertahun.

“Kalkulasinya dengan 3.250 pelanggan itu perbulan pendapatannya sekitar Rp 180 juta. Sehingga setahun totalnya hampir Rp 1,2 miliar,” jelasnya.

Supardi. Foto/Wardoyo

Karenanya, pihaknya mendesak Pemkab segera turun tangan membuat regulasi terkait ijin pembuatan sumur Pamsimas atau Pam Swadaya.

Kehadiran aturan atau Perbup diharapkan bisa memetakan mana wilayah yang boleh didirikan Pamsimas dan mana yang tidak boleh.

Dengan pemetaan itu nantinya tidak akan bertabrakan dengan wilayah PDAM dan tidak merugikan jaringan layanan PDAM yang selama ini banyak berkontribusi terhadap pendapatan daerah.

“Karena sebagian Pamsimas itu pakainya juga jaringan PDAM. Tahu-tahu langsung diputus gitu. Kan sudah enggak benar. Harusnya dipetakan mungkin wilayah yang belum ada jaringan PDAM-nya baru boleh. Kalau sudah ada ya jangan. Makanya kemarin kita berkirim surat ke Bupati agar ada regulasi. Ini bukan hanya kepentingan PDAM saja tapi Pemda juga,” terangnya.

Baca Juga :  Geger Mobil Baru Langsung Rusak Usai Isi Dexlite di Sragen, SPBU Jetak Minta Maaf dan Pastikan Bukan Abal-abal, Melainkan...

Terkait ancaman penetrasi Pamsimas dan PAM swadaya itu, pihaknya sudah melakukan studi banding ke beberapa daerah yang mengatur dengan membuat Perbup.

Salah satunya berkonsultasi dengan Pemkab Bantul DIY yang sudah memiliki Perbup soal Pamsimas.

Supardi menggambarkan dengan ditertibkan juga akan menyelamatkan potensi pendapatan daerah.

Sebab sesuai ketentuan, sumur kapasitas besar yang dibuat dari pengeboran, harusnya dibebani membayar pajak air bawah tanah (ABT).

Kemudian untuk bisa beroperasi, harus mengantongi beberapa perizinan seperti surat ijin pengeboran (SIP) dan surat ijin pengambilan air (SIPA) yang semuanya diproses dengan persyaratan ketat.

“Kalau kebanyakan Pamsimas dan PAM swadaya kan tidak mengurus izin dan tidak bayar ABT. Bandingan dengan kami yang setiap bulan kita bayar pajak ABT hampir Rp 60 juta ke Pemda. Kemudian kita juga setor bagian laba ke Kasda setiap tahun. Tahun 2020 saja hampir Rp 3 miliar bagian laba kita yang disetor ke Pemda. Ini bukan hanya soal kepentingan kami saja, tapi keselamatan dan kesehatan masyarakat juga harus dipertimbangkan,” tandasnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com