BANDUNG, JOGLOSEMARNEWS.COM — Gempa dengan magnitudo 6,1 yang terjadi di Maluku pada Rabu (16/6/2021) sekitar pukul 1143 WIB, sempat diiringi dengan tsunami kecil.
Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, tsunami tersebut terjadi akibat longsoran pada tebing bawah laut di sekitar lokasi pusat gempa yang dipicu gempa tersebut.
Demikian bunyi keterangan dari PVMBG , sebaimana dikutip dari keterangan tertulis yang dibagikan pada Rabu (16/6/2021).
Diketahui, tsunami terdeteksi dari Data Pasang Surut Stasiun Tehoru yang mencatat indikasi abnormal muka air laut sekitar tiga menit pasca terjadinya gempa bumi dengan ketinggian 50-60 sentimeter.
Sementara pencatatan pasang surut di Stasiun Amahai tidak mendapati anomali abnormal muka air laut.
Badan Geologi mencatat daerah Tehoru pernah dilanda sedikitnya dua kali peristiwa tsunami.
Penyebabnya sama, longsoran yang dipicu gempa bumi pada 28 Januari 2006 dan 29 September 1899. Masing-masing gempa memiliki Magnitudo 7,4 dan 7,8.
Mengutip data BMKG, gempa di Maluku Tengah tersebut dirasakan dengan intensitas IV-V MMI (Modified Mercally Intensity).
PVMBG menerima laporan dari BPBD Provinsi Maluku bahwa gempa tersebut mengakibatkan sejumlah bangunan rusak di daerah Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah.
Badan Geologi memetakan permukiman warga di Maluku Tengah yang mengalami guncangan gempa itu berada di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa menengah.
Pada wilayah tersebut permukiman warga telah diminta dibangun tahan gempa, serta dilengkapi tempat dan jalur evakuasi.
Daerah yang dilanda guncangan gempa berada di areal bebatuan yang umumnya bersifat urai, lunak, lepas, belum kompak yang memberi efek memperkuat guncangan.
Berdasarkan lokasi pusat gempa bumi dan kedalamannya, PVMBG menyatakan, kejadian gempa bumi tersebut diperkirakan berasosiasi dengan aktivitas sesar aktif di daerah Teluk Taluti.
PVMBG Badan Geologi merekomendasikan warga yang rumahnya mengalami kerusakan akibat dampak gempa bumi agar mengungsi ke tempat yang lebih aman. Warga diminta tenang, tapi tetap mewaspadai kejadian gempa susulan yang kekuatannya mengecil.
“Kejadian gempa bumi ini diperkirakan berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan (collateral hazard) dalam dimensi kecil berupa retakan tanah, gerakan tanah dan juga likuefaksi tipe non aliran.”