Beranda Umum Nasional KAMI Se-Jawa: PPKM Darurat Rugikan Rakyat, Pemerintah Jokowi Bersiasat Licik untuk Hindari...

KAMI Se-Jawa: PPKM Darurat Rugikan Rakyat, Pemerintah Jokowi Bersiasat Licik untuk Hindari Kewajiban Jamin Kebutuhan Warga

Salah satu kegiatan KAMI di Solo beberapa waktu lalu. Foto ilustrasi. Foto: JSNews

 

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM —Gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) se Jawa mengecam pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang dinilai justru merugikan masyarakat.

Berkaca dari pelaksanaan PPKM Darurat yang sedang berlangsung, justru masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah banyak yang kelabakan lantaran keberlangsungan ekonomi keluarga terganggu, sementara pemerintah tidak menjamin kebutuhan mereka.

“Pemerintah Jokowi dengan istilah PPKM Darurat ini sebenarnya bersiasat licik dengan menghindar dari kewajiban yang ditetapkan Undang-Undang. Jika PPKM Darurat substansinya adalah Karantina Wilayah. Sesuai Pasal 55 ayat (1) UU No 6 tahun 2018, menegaskan kewajiban Pemerintah untuk menyediakan kebutuhan dasar orang dan makanan hewan,” tulis pernyataan sikap KAMI Se Jawa yang diterima Redaksi JOGLOSEMARNEWS.COM , kemarin.

Di satu sisi, KAMI menyebut pemerintah Jokowi menggunakan UU tersebut sebagai sanksi untuk mengancam kepada masyarakat, di sisi lain menghindar dari kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya.

Pernyataan sikap KAMI Se Jawa itu ditandatangani oleh Ketua Presidium KAMI Jateng, Mudrick MS Sangidu, Syukri Fadholi (Daerah Istimewa Jogjakarta), Djudju Purwantoro AP (DKI Jakarta), Daniel Muhammad Rasyid (Jawa Timur), Syafril Sjofyan (KAMI Jawa Barat), Abuya Shiddiq (Banten), dan Sutoyo Abadi (Sekretaris).

KAMI Se Jawa juga menyoroti salah kaprahnya landasan hukum yang digunakan dalam penggunaan status darurat. “Darurat itu adalah keadaan yang harus berdasar hukum. Penetapan status darurat semestinya berlandaskan Undang-Undang atau sekurangnya Perppu yang kemudian menjadi Undang-Undang. Sementara PPKM Darurat saat ini dinyatakan hanya berdasarkan Instruksi Mendagri No 15 tahun 2021. Pemerintah Jokowi terkesan seenaknya dan sudah menjadikan kebiasaan mempermainkan hukum,” tulis Mudrick M Sangidu dan rekan-rekannya.

Baca Juga :  Dinilai Remehkan Bantuan Kemanusiaan dari Negara Asing, Tito Karnavian Jadi Sasaran Kritik

Ditambahkannya, UU No 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan maupun UU No. 6 tahun 2018 menentukan Menteri yang berwenang dalam urusan kedua Undang-Undang tersebut adalah Menteri Kesehatan bukan Menteri Dalam Negeri.

“Tanpa dasar UU Mendagri yang memberi sanksi adalah sangat keliru. Sementara Kepolisian menggunakan sanksi pidana dengan mengutip UU No. 6 tentang Kekarantinaan untuk pelanggar PPKM Darurat adalah sangat tidak tepat. Pemerintah Jokowi menganggap masyarakat tidak paham hukum dan bisa saja dibodohi.”

KAMI Se-Jawa juga menyoroti keberadaan Luhut Binsar Panjaitan sebagai Koordinator PPKM Darurat yang diangkat Jokowi dengan dasar hukum yang sangat lemah. Luhut bukanlah atasan Kepala Daerah yang dipilih oleh rakyat dan dilindungi UU Otonomi Daerah, Gubernur, Bupati dan Wali Kota bukan bawahan Luhut.

“ Karena itu, dia tak berhak memberi perintah apalagi mengancam akan memecat pimpinan daerah bila tidak melaksanakan PPKM Darurat,” tandas Mudrick dan rekan-rekan.

Selain itu, lanjut mereka, Luhut bukanlah sosok yang kredibel di bidang kesehatan sangat tidak pantas memberi pesan menakut-nakuti masyarakat termasuk masyarakat bidang kesehatan.

“Masyarakat cukup diajak berpartisipasi untuk tinggal di rumah dan disiplin melaksanakan protokol kesehatan dengan pesan rasional dan pesan moral.”

Baca Juga :  Menu MBG Diduga Ada Belatung, Dewan Pakar BGN Minta Siswa Tak Curhat di Medsos  

Dari hal tersebut di atas, KAMI se JAWA bersikap :

  1. Luhut Binsar Panjaitan sangat tidak pantas menjadi Koordinator PPKM Wilayah Jawa Bali, untuk itu seharusnya dipecat.
  2. Rumah Ibadah terutama Mesjid, yang digunakan masyarakat Muslim untuk beribadah seharusnya tetap dibuka (selama ini selalu menerapkan Prokes) dan bersih. Penggunaan Mesjid sebagai rumah ibadah berbeda dengan pasar, mall dan kantor yang menggunakan waktu panjang, Mesjid hanya digunakan dalam waktu singkat baik untuk Shalat fardlu 5 ( lima ) waktu maupun Shalat Jumat (paling lama hanya 1 jam saja).
  3. Pelanggaran/ kekacauan hukum oleh pemerintah karena kondisi pemerintahan sudah chaos/tidak mampu, sesuai dengan sikap KAMI se Jawa sebelumnya, jika Presiden Joko Widodo sudah merasa tidak sanggup akan lebih bijak jika mundur dengan sukarela.(ASA)

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.