Beranda Daerah Boyolali Rasa Kekeluargaan Itu Muncul di Kalangan Pasien Covid-19 di Asrama Haji Donohudan

Rasa Kekeluargaan Itu Muncul di Kalangan Pasien Covid-19 di Asrama Haji Donohudan

Suasana isolasi mandiri di Asrama Haji Donohudan, Boyolali / Foto: Inasya Salma Nabila

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM Biasanya, ketika pertama kali divonis sebagai pasien Covid-19, seseorang seolah merasa terkucilkan dari lingkungannya. Akan tetapi, ketika seseorang dinyatakan telah lolos dari status sebagai penyandang Covid-19, pandangan masyarakat akan berubah dan mereka diterima lagi dalam pergaulan sehari-hari.

Namun ada yang unik di Asrama Haji Donohudan, tempat yang digunakan sebagai isolasi mandiri pasien Covid-19. Di sana, ratusan orang yang dinyatakan terpapar virus mematikan itu ditempatkan menjadi satu lokasi, terpisah dari lingkungan masyarakatnya.

Salah seorang relawan di Asrama Haji Donohudan (AHD), Aulia Marretina Purwaningrum menceritakan, pada awalnya para pasien itu merasa tidak betah berada dalam ruang isolasi.

Relawan yang berasal dari Poltekkes Kemenkes Semarang itu mengisahkan, meski semua jengah, namun  lama-kelamaan para pasien Covid-19 tersebut merasa betah dan muncul ikatan kekeluargaan di antara mereka.

“Di awal, kebanyakan dari mereka merasa tidak betah. Tapi, lama-kelamaan mereka seperti keluarga sendiri,” ujar Aulia saat bincang-bincang dengan Joglosemarnews, beberapa hari lalu.

Kebersamaan yang berlangsung beberapa lama, membuat mereka semakin akrab dan seolah menjadi keluarga.

Bahkan, mereka yang sudah dinyatakaan negatif, telah membuat julukan bagi mereka sendiri dengan nama yang cukup unik, “Keluarga Isman Covid AHD”.

Kenyamanan pasien saat tinggal di AHD, langsung atau tidak, tergantung pada bagaimana pelayanan yang diberikan oleh para relawan yang bekerja di sana.

Menurut pengakuan Aulia, sejauh ini ada sekitar 40 relawan yang bertugas melayani para pasien Covid-19. Tidak sembarang orang bisa menjadi relawan dan melayani kebutuhan pasien secara langsung. Karena salah satu syaratnya, mereka harus sudah menjalani dua kali vaksinasi Covid-19.

“Sedangkan relawan di sini hanya divaksin satu kali. Relawan yang sudah divaksin dua kali sangat sedikit jumlahnya yang dapat masuk untuk menangani pasien,” ujar Aulia.

Selama menjadi relawan di AHD, Aulia mendapatkan banyak pengalaman baru mengenai kondisi psikologi para pasien. Ia menjadi tahu, keadaan pasien Covid-19 yang berada di AHD bermacam-macam.

“Ada pasien yang stres karena jenuh hingga memasuki ruang poli. Lebih parahnya, ada pasien positif yang memaksa pulang. Rata-rata adalah pasien yang berasal dari Surakarta dan sekitarnya, seperti dari Jebres, Banjarsari dan Pasar Kliwon,” ujarnya.

Melihat dari jumlahnya, Aulia mengakui di tempat isolasi mandiri tersebut kekurangan tenaga medis, sehingga mereka harus bekerja selama 24 jam penuh.

“Relawan bekerja selama 24 jam karena kekurangan tenaga medis. Dokter yang menangani juga sedikit. Per 12 jam hanya dua dokter dan tidak semua dapat masuk ke ruang pasien,” tambahnya.

Meski dari sisi jumlah dokter dan relawan kurang, menurut Aulia, pelayanan yang diberikan kepada para pasien sudah sangat baik.

Misalnya, pada pagi hari mereka mengikuti senam pagi bersama dengan tetap menjaga jarak. Begitu pula dengan kebutuhan nutrisi bagi pasien, sejauh ini tercukupi dengan baik.

“Hanya saja, jika ada pasien membutuhkan tindakan khusus dari dokter, masih dirasa kurang,” ujarnya. Inasya Salma Nabila