SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Insiden ancaman pembacokan yang dilakukan warga asal Dukuh Genengsari RT 9, Desa Kalikobok, Tanon, Sragen berinisial S (47) terhadap bidan desa setempat R (46) dengan parang, mencuatkan fakta baru.
Ternyata saat dihadang warga dan diancam dibacok, R yang hendak menjemput warga positif Covid-19 untuk isolasi itu bertugas tanpa pengawalan aparat.
Kades Kalikobok, Widoyo tidak menampik adanya insiden itu. Menurutnya ia memang tidak mengetahui secara detail kasus pengancaman dengan parang ke bidan desanya itu.
Hanya saja, dari informasi yang diterimanya, memang sempat ada sedikit insiden penolakan ketika salah satu warga positif hendak dijemput oleh bidan dan nakes Puskesmas.
“Kejadiannya sendiri saya tidak tahu persis karen waktu itu saya sedang nungguin Paklik saya di rumah sakit. Informasinya kejadian juga begitu cepat. Memang ada warga yang sempat membawa parang tapi tidak sampai digitukan (dibacokkan). Hanya diacung-acungkan saja,” paparnya Selasa (6/7/2021).
Diduga aksi nekat S dipicu oleh tekanan psikis karena tiga orang di keluarganya yakni kedua orangtua dan adik, semua dinyatakan terkonfirmasi positif.
Bahkan ibunya sudah hampir sebulan dirawat dan diisolasi Gemolong dan belum sembuh.
Ia menguraikan kronologi kasus itu bermula ketika dari awal ada dua warga positif di wilayahnya.
Sudah ada kesepakatan saat mengantar hasil PCR bahwa yang satu karena punya 2 anak balita, dibolehkan isolasi mandiri di rumah.
Sedangkan yang satunya menyatakan sanggup diisolasi di Technopark. Saat itu, yang satunya sempat mengatakan ke Satgas Desa manut diisolasi di mana namun minta waktu akan merampungkan nyuci pakaian yang kotor terlebih dahulu.
“Otomatis besoknya dijemput untuk diisolasi di Technopark. Semula Bu Bidan ngeshare di group, saya sudah perintahkan untuk yang lain termasuk satgas dan Bu Bayan dan lainnya merapat mendampingi. Namun belum sempat yang lain datang, Bu Bidan dan petugas Puskesmas keburu datang bawa ambulans. Padahal kejadian hanya berapa menit gitu sekitar 16.45 WIB seperempat sudah kejadian itu,” terang Kades.
Dari awal, sebenarnya pihaknya sudah menekankan untuk penanganan warga yang terpapar covid-19 sangat riskan dan masyarakat sangat sensitif sekali. Sehingga ditekankan untuk minta bantuan ke satgas kecamatan.
Saat melakukan penjemputan, bidan desa hanya bersama dua petugas Puskesmas. Kades menyebut memang tidak ada pengawalan dari Satgas maupun aparat karena bidan desa datang lebih dulu dan tidak menunggu Satgas.
“Seandainya agar sabar nunggu petugas yang lain pasti tidak akan kejadian itu,” terangnya.
Kades menyampaikan saat ini situasi desa sangat kondusif. Malam itu juga Pak RT dikumpulkan dan dimediasi untuk memenangkan masyarakatnya.
Sementara warga yang positif itu isolasi di rumah dan sudah selesai menjalani isolasi. Ia menegaskan upaya mediasi dilakukan karena sebagai pimpinan desa dirinya tidak hanya memikirkan masyarakatnya namun juga memikirkan keselamatan bidan desa.
“Karena apa, dia bekerja bersentuhan langsung dengan masyarakat,” tandasnya.
S diamankan polisi usai mengancam akan membacok bidan desa setempat berinisial R (46) dengan parang.
Diduga kuat, aksi nekat S dipicu tekanan psikis setelah satu keluarganya dinyatakan positif terpapar covid-19. Bahkan saat ini, ibunya masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit juga dengan kondisi terkonfirmasi.
Kapolres Sragen, AKBP Yuswanto Ardi mengatakan tersangka sudah diamankan di Mapolres Sragen berikut barang bukti sebilah parang sepanjang 70 sentimeter.
Ia mengatakan tindakan apapun dengan senjata tajam apapun baik senjata api dalam proses penanggulangan covid- 19 tidak dibenarkan.
Menurutnya, masyarakat memiliki media saluran untuk menyampaikan dengan koridor hukum yang ada dan tidak dengan cara-cara yang tidak benar.
“Saya sebagai Kapolres Sragen penanggungjawab Kamtibmas tidak inggin ada ketakutan tenaga kesehatan dalam penanggulangan covid-19 di Kabupaten Sragen. Saya beserta Dandim/0725 menjamin keselamatan dan kenyamanan seluruh tenaga kesehatan dalam mengulangi covid-19,” katanya saat konferensi pers di Mapolres, Rabu (7/7/2021).
Dikatakannya, tidak boleh ada yang menghalangi petugas dalam menyelamatkan masyarakat.
Kasus itu diproses hukum dan diharapkan menjadi pelajaran seluruh masyarakat. Agar jangan sesekali melakukan perlawanan terhadap petugas meskipun tenaga kesehatan itu tidak dikawal oleh petugas keamanan.
“Namun mereka dilindungi undang-undang,” tandasnya.
Kapolres menyebut tersangka merasa kecewa karena orang tuanya pada saat diperiksa positif. Tapi belum dilakukan upaya upaya tindak lanjut.
Meski demikian, menurutnya tindakan ancaman bacok itu merupakan tindakan yang melawan hukum.
“Tidak ada di republik ini yang memiliki hak menganggu dan menakut-nakuti petugas apapun apalagi penanggulangan covid-19. TNI Polri akan senantiasa mengawal penanggulangan covid 19 di kabupaten Sragen agar pemerintah dapat sempurna dan maksimal menjalankan tugas tugasnya,” tandasnya.
Aksi pengancaman itu dilakukan saat sang bidan berinisial RS itu hendak menjemput warga tetangga S yang juga dinyatakan positif Covid-19 untuk isolasi di Technopark pada 20 Juni lalu.
Insiden ancaman pembacokan itu mencuat setelah sang bidan melaporkan kejadian yang menimpanya ke Polsek setempat.
Aksi pengancaman itu sudah terjadi pada Minggu (20/6/2021) lalu sekira pukul 16.00 WIB. Bermula ketika sore itu sang bidan bersama dua petugas Puskesmas Tanon II berniat menjemput salah satu warga Dukuh Genengsari berinisial G.
G hendak dijemput untuk dibawa isolasi terpusat di Technopark karena hasil swab PCR dinyatakan positif terkonfirmasi Covid-19. Namun setiba di jalan menuju rumah G, sang bidan dan tim mendapat perlawanan warga tetangga.
Beberapa warga menolak G dijemput dengan alasan G sedang tidak di rumah. Warga juga menolak penjemputan G karena menganggap G tidak ada gejala dan meminta dilakukan tes ulang.
Situasi sempat menegangkan. Melihat suasana memanas dan warga melakukan penolakan, bidan dan tim akhirnya memilih mengurungkan penjemputan.
Namun saat hendak kembali, mendadak S muncul dan menghentikan sembari membawa sebilah parang. Sembari mengacungkan ke arah bidan, S meminta agar bidan tak mengurusi warga yang tidak sakit.
Dalam emosi tinggi, S meminta bidan untuk memeriksa bapaknya (orangtua S) yang saat ini sakit. Jika tidak mau memeriksa, maka S akan membacok sang bidan.
Melihat situasi makin genting, warga lain langsung berusaha menyerah S dan menenangkan. Setelah itu, bidan dan tim Nakes kembali ke Puskesmas. Wardoyo