Beranda Umum Nasional Biar Ekonomi Tumbuh Positif, Menko Airlangga: Kasus Covid-19 Harus Bisa Turun ke...

Biar Ekonomi Tumbuh Positif, Menko Airlangga: Kasus Covid-19 Harus Bisa Turun ke Level 100 Ribu

Airlangga Hartarto / Istimewa

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM –  pemerintah dipandang perlu melakukan pengendalian kasus aktif Covid-19 agar bisa turun ke level 100 ribu,  jika ekonomi Indonesia pada kuartal ke empat bisa tumbuh positif.

Pasalnya, fakta membuktikan bahwa  pertumbuhan ekonomi nasional masih sangat bergantung pada efektivitas penanganan Covid-19.

Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), Airlangga Hartarto.

Melalui rilisnya ke Joglosemarnews, Airlangga menyebut,  berdasarkan data historis, pada kuartal pertama tahun ini, jumlah kasus aktif Covid-19 tercatat di kisaran lebih dari 170 ribu kasus dan berdampak pada angka pertumbuhan ekonomi yang berada di kisaran -0,74%.

  Ketika Pemerintah sudah mulai dapat menekan angka kasus aktif di kisaran 100 ribu, hasil nyata terlihat di kuartal kedua tahun ini melalui angka pertumbuhan ekonomi yang tercatat sebesar 7,07%.

Pemerintah, menurut Airlangga, kini mewaspadai angka pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga, ketika angka kasus Covid-19 pernah mencapai puncak tertinggi di kisaran 573 ribu kasus.

Untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 yang berada pada kisaran 3 – 4% maka Pemerintah menargetkan penurunan kasus aktif paling lama pada akhir September.

”Pertumbuhan Ekonomi sangat tergantung pada pengendalian pandemi, respon kebijakan ekonomi yang tepat, penciptaan lapangan kerja, dan kesiapan melakukan Transformasi Digital untuk masa depan kita bersama,” ujar Menko Airlangga.

Meski demikian,   pemerintah masih optimistis kinerja ekonomi di tahun 2021 dan tahun 2022 masih akan positif, sejalan dengan pemulihan ekonomi global dan bauran strategi yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa peningkatan kasus positif Covid-19 yang berdampak pada pemberlakuan PPKM telah mempengaruhi laju pemulihan ekonomi. Namun, Pemerintah terus menjaga fleksibilitas APBN untuk merespon dinamika pandemi Covid-19.

Baca Juga :  Hasto PDIP Minta Presiden Prabowo Imbau Jokowi untuk Tak Terlalu Cawe-cawe di Pilkada Serentak 2024

“Pengeluaran pemerintah akan tetap menjadi pendorong utama perekonomian melalui penguatan berbagai program Perlindungan Masyarakat untuk mendorong daya beli masyarakat, dan penguatan program Ketahanan Kesehatan untuk menangani Covid-19,” ujar Menko Airlangga.

Pemerintah juga melakukan reformasi struktural untuk mendorong pertumbuhan ekonomi untuk menyerap peningkatan tenaga kerja, karena jumlah pengangguran yang meningkat saat pandemi.

Reformasi struktural diperlukan agar Indonesia dapat keluar dari middle income trap di jangka menengah panjang. 

UU Cipta Kerja (UU No 11 Tahun 2020)  dwmikian Airlangga, diyakini sebagai reformasi regulasi yang dapat memberikan kemudahan berusaha untuk meningkatkan investasi dan produktivitas.
Sejalan dengan itu, Menko Airlangga mengatakan,  RAPBN 2022 mengusung tema “Melanjutkan Dukungan Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural” dan akan fokus pada Dukungan Kesehatan dan penguatan Perlindungan Masyarakat, dengan tetap fleksibel serta antisipatif menghadapi ketidakpastian.

“RAPBN 2022 melanjutkan konsolidasi fiskal dengan antisipatif terhadap ketidakpastian.  Pemerintah juga akan terus mengakselerasi program vaksinasi agar dapat mengendalikan pandemi dan ini merupakan kunci pemulihan ekonomi nasional,” paparnya. 

Dalam RAPBN 2022, Pemerintah menetapkan target Pendapatan Negara sebesar Rp 1.840,7 Triliun dan Belanja Negara sebesar Rp 2.708,7 Triliun.  Nominal defisit turun 9,7% dibandingkan APBN 2021, atau Defisit APBN sebesar 4,85% dari PDB.

Untuk mengantisipasi situasi pandemi, maka Pemerintah menyiapkan tambahan kebutuhan anggaran  melalui pengalokasian untuk Program PEN 2022, yang akan fokus untuk kebutuhan Penanganan Kesehatan sebesar Rp 148,1 Triliun dan kebutuhan anggaran untuk Perlindungan Masyarakat sebesar Rp 153,7 Triliun, yang rinciannya seperti ini:

– Penanganan Kesehatan (Rp 148,1 Triliun)
–  Perlindungan Masyarakat (Rp 153,7 Triliun)
– Testing, Tracing, Treatment Rp 4,5 Triliun
– Perawatan Pasien COVID-19 Rp 14,9 Triliun (250 ribu pasien dirawat dengan cost sharing BPJS 15%)
– Obat COVID-19 Rp 1 Triliun (4 juta paket)
–  Insentif Nakes (12 bulan) : Pusat Rp 6,4 Triliun dan Daerah Rp 6,1 Triliun
– Vaksinasi dengan anggaran pengadaan sebesar Rp 38,44 Triliun
– Insentif Perpajakan Vaksin Rp 2,4 Triliun
– Penanganan Kesehatan Lainnya di Daerah Rp 26,2 Triliun
– Antisipasi Kesehatan Lainnya Rp 38,7 Triliun (a.l. perluasan klaim pasien 650 ribu dengan cost sharing BPJS 15%.
– PKH untuk 10 juta KPM Rp 28,7 Triliun
Kartu Sembako untuk 18,8 juta KPM Rp 45,1 Triliun
–  Kartu Prakerja Rp 11,0 Triliun
– Dukungan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan Rp 5,6 Triliun
– BLT Desa Rp 27,2 Triliun
– Cadangan Perluasan Rp 36,16 Triliun
– Bansos tunai untuk 10 juta KPM Rp 12,02 Triliun (6 bulan @Rp 200 ribu)
–  Kartu sembako PPKM untuk 5,9 juta KPM Rp 7,1 Triliun (6 bulan @Rp 200 ribu)
–  Bantuan kuota internet untuk 38,1 juta siswa dan pendidik Rp 8,1 Triliun (6 bulan)
–  Cadangan Perlinmas Rp9,0 Triliun. Suhamdani