KLATEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Berbeda dari hari-hari biasanya, Airlangga Hartarto berada di acara haul Ki Ageng Gribig di Jatinom, Klaten kali ini justru sebagai tuan rumah.
Haul yang diselanggarakan oleh Majelis Dzikir dan Sholawat Ahlul Hidayah (Majelis AH) pimpinan Nusron Wahid itu digelar di area makam Ki Ageng Gribig pada Kamis (23/9/2021) malam.
Keberadaan Airlangga saat itu lepas dari jabatannya sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian maupun sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Sebagaimana diketahui, Airlangga Hartarto merupakan anak cucu dari Ki Ageng Gribig. Haul tersebut, menurut Airlangga merupakan amanat dari ayahnya, Ir Hartarto.
“Ini merupakan bentuk terima kasih, karena Ki Ageng Gribig telah menyebarkan agama Islam, berjuang melawan penjajahan dan berjuang untuk Indonesia,” ujar Airlangga selaku tuan rumah haul Ki Ageng Gribig di Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (23/9/2021).
Melalui rilisnya ke Joglosemarnews, Airlangga mengatakan, apa yang dilakukan bersama keluarga dalam memperingati acara haul setiap tahun itu, adalah upaya melestarikan tradisi yang diwariskan Ki Ageng Gribig.
Sebagai dzurriyah, anak cucu, cicit yang selalu nyadong berkah dari leluhur, Airangga mengaku rutin mengadakan haul Ki Ageng Gribig, demi menjalankan amanat ayahnya, Hartarto.
“Harapannya tak lain dan bukan kami takdzim kepada leluhur. Rasa terima kasih selama hidupnya menyebarkan agama Islam, berjuang melawan penjajahan dan berjuang untuk Indonesia,” papar Airlangga.
Ketua Komite Penanggulangan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCPEN) itu mengharapkan atas washilah leluhurnya Ki Ageng Gribig, agar pandemi Covid-19 bisa segera diangkat dan ekonomi kembali pulih.
Ki Ageng Gribig, menurut Airlangga, adalah seorang ulama yang bisa menggabungkan unsur ilahiyah dengan budaya masyarakat dan membantu ekonomi masyarakat.
Meski sudah ratusan tahun lalu wafat, Airlangga mengatakan sampai saat ini bermanfaat membangun ekonomi masyarakat sekitar.
“Semoga tahlil dan doa yang kita panjatkan dikabulkan Allah, semoga washilah Ki Ageng Gribig, pandemi bisa diangkat oleh Allah SWT, rakyat kembali sejahtera,” tandasnya.
Airlangga menceritakan bahwa Ki Ageng Gribig memiliki kebiasaan membagikan apem dengan melantunkan wirid Ya Qowiyyu. Meski demikian, dalam dua tahun ini Airlangga mengatakan, ritual tersebut tidak dilakukan karena masih dalam suasana pandemi.
Airlangga juga mengaku, bersama keluarga mendapatkan inspirasi menafsirkan kata Apem. A diartikan sebagai Akar sejarah yang kuat yakni menjaga tradisi, budaya dan warisan para pahlawan bangsa.
Huruf P diartikan sebagai persatuan dan kesatuan yakni menjaga kerukunan, menanamkan toleransi, menjaga kemajemukan dan kebinekaan.
Huruf E diartikan sebagai ekonomi kerkayatam pembangunan ekonomi harus dipusatkan untuk kemakmuran rakyat.
Dan terakhir, huruf M diartikan masyarakat yang maju, beragama, berakhlakul kharimah, terciptanya masyarakat yang maju, berilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan iman dan takwa, berbudi pekerti luhur.
“Nilai-nilai APEM inilah menjadi garis perjuangan saya dimanapun saya berada. Dan ini menjadi amanah keluarga untuk dijaga dan dijalankan,” kata Airlanggga.
Airlangga sempat memohon restu agar senantiasa diberi kemudahan dalam menjalankan tugas menanggulangi Covid-9 dan mengembalikan kondisi pertumbuhan ekonomi.
Dalam haul tersebut, hadir di antaranya Habib Syech Bin Abdul Qodir Assegaf, Habib Umar Al Muthohar, Rois Syuriah PWNU KH Ubaidillah Shodaqoh, Gus Ghofur Maimoen Zubair, Ketua MUI Jateng dan pengasuh pesantren dari Pati, Kudus, Habib dan Kiai se Solo Raya dan Jawa Tengah.
Dalam kesempatan tersebut, Nusron Wahid menjelaskan, acara Haul Ki Ageng Gribig tersebut digelar untuk menandai sekaligus meneladani perjuangan ulama besar bernama Mbah Gribig (Ki Ageng Gribig), keturunan Raja Majapahit Brawijaya V dari Sultan Agung, Mataram.
Nusron berujar Airlangga Hartarto merupakan Mustasyar Aam/Ketua Dewan Penasihat Majelis AH adalah Pemangku makam Ki Ageng Gribig.
“Dari silsilah leluhur Jawa, Ki Ageng Gribig adalah cucu Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit, putra dari R.M. Guntur atau Prabu Wasi Jolodoro,” paparnya.
Nusron mengisahkan, selama ratusan tahun sejak 1600-an, Ki Ageng Gribig telah mewariskan tradisi yang disebut Saparan (bulan kedua penanggalan Jawa).
Masyarakat setempat mengenalnya dengan tradisi Ya Qowiyyu. Ya Qowiyyu sendiri diyakini berasal dari lantunan doa Yaa Qowiyyu, yaa aziz Qowwina wal muslimin, yaa qowiyyu warzuqna wal masulimin. Bacaan tersebut umum diamalkan sebagai doa memohon kekuatan. Suhamdani