SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Belasan warga dari Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, menggeruduk Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMPS), Senin (25/10/2021).
Kedatangan mereka untuk memprotes dan menanyakan pembatalan pembebasan lahan untuk pelestarian bentang lahan milik dua warga Bukuran, Slamet (54) dan Sutarno (62).
Mereka kecewa karena dua lahan milik mereka seluas 4.786 M2 dan 12.650 M2 mendadak dibatalkan dan sertifikat dikembalikan. Padahal diperkirakan uang ganti rugi lahan keduanya mencapai angka miliaran.
Belasan warga yang mendatangi Museum Sangiran itu merupakan kerabat dari Mbah Sutarno dan Slamet, perangkat desa dan termasuk Kades Bukuran, Heriyanto. Bahkan mereka membawa serta anak cucu.
Di museum, mereka ditemui Kepala BPSMP Sangiran, Iskandar Mulia Siregar, Ketua Tim Pembebasan Lahan, Haryono dan tim BPSMPS lainnya.
Di hadapan mereka, Slamet menuturkan kedatangannya untuk meminta kejelasan dan mencari keadilan. Ia merasa dirugikan karena lahannya seluas hampir 5.000 M2 batal dibebaskan.
Padahal ia merasa sudah mengikuti prosedur sejak 2019 namun tiba-tiba dibatalkan ketika beberapa warga lainnya menerima pembayaran ganti rugi.
“Semua proses sudah saya jalani. Tapi kenapa ujung-ujungnya milik saya malah dibatalkan, yang diurus belakangan malah cair. Saya nggak terima pemanggilan lewat WA lalu sampai sini dibatalkan. Kalau memang ada kekurangan administrasi kami siap melengkapi,” paparnya.
Sementara Mbah Sutarno lebih banyak diam. Hal itu karena kondisi fisiknya sudah tua dan berjalan pakai penopang. Sama halnya Slamet, Mbah Sutarno juga mengalami nasib serupa.
Rencana pembebasan lahan miliknya yang tiga kali lebih luas juga dibatalkan. Meski belum ada taksiran harga, mereka kecewa karena sudah menaruh harapan besar bisa menerima ganti rugi.
Kecewa Dibatalkan Mendadak
Mediasi berlangsung alot dari pukul 10.00 WIB sampai siang. Kerabat Mbah Slamet yang juga Kadus Bukuran Warsono, menyampaikan kedua warga itu memprotes karena merasa didhalimi.
Pasalnya mereka sudah mengikuti pengurusan termasuk melengkapi persyaratan administrasi pembebasan lahan oleh BPSMPS sejak 2018 hingga 2021.
Namun, pada Selasa pekan lalu mereka mendadak diundang ke BPSMPS untuk menerima pembatalan dan pengembalian sertifikat.
Mereka makin kecewa setelah tanah milik warga lain yang diproses belakangan dan peta bidangnya jadi lebih belakang, malah direalisasi dan menerima pembayaran sehari berikutnya.
“Siapa yang nggak sakit Mas. Mereka sudah ikuti prosedur sejak 2018. Disuruh menunggu sampai 2020 karena ada pandemi. Tahu-tahu dikabari lewat panggilan kalau dibatalkan. Alasannya tidak bisa lanjut karena belum ada apraisal. Makanya tuntutan mereka minta dilanjutkan untuk dibebaskan. Karena sudah mengikuti proses panjang pada akhirnya jadi korban,” ungkapnya.
Berdasarkan salinan rekapitulasi kelengkapan berkas lahan yang ditanda tangani Pejabat Pembuat Komitmen dari BPSMPS, Dody Wiranto, ada lima bidang lahan yang terdampak di Desa Bukuran.
Berharap Ada Solusi
Kades Bukuran, Heriyanto mengatakan pihaknya hanya menerima aduan dan aspirasi dari dua warganya itu.
Menurutnya jika memang ada kekurangan persyaratan atau administrasi, mestinya ada pemberitahuan agar bisa dilengkapi.
Pihaknya berharap ada solusi terbaik dan jika masih memungkinkan, lahan kedua warganya itu bisa dilanjutkan untuk pembebasan kembali.
“Biar nggak muncul prasangka. Karena yang diproses belakangan malah sudah cair, nah indikasi yang berkembang warga akhirnya menduga ada apa-apa. Misalnya ada pemikiran kalau payu Rp 2 miliar nanti tak kasih Rp 200 juta. Kan bisa saja,” jelasnya.
Tim Pembebasan Lahan dari BPSMPS, Haryono, menyampaikan lahan milik Slamet dan Sutarno memang masuk di daftar terpilih yang akan dibebaskan. Namun karena keterbatasan anggaran dari pemerintah, sehingga terpaksa dilakukan skala prioritas.
Ia menyebut ada enam bidang lahan yang sudah terverifikasi sejak 2019 tetapi tidak diproses lebih lanjut atau tahap pencairan karena ada administrasi yang belum lengkap.
Proses pembebasan lahan menggunakan aturan terbaru berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/2021 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
“Sekarang prosedur baru, beberapa tahapan berubah, dan administrasinya bertambah. Kami sejak awal tahun sudah berusaha meminta konsultasi kepada BPN (Badan Pertanahan Negara), appraisal, Bappeda, dan dinas permukiman untuk konsultasi tapi memang yang tadi belum lengkap administrasinya,” ujarnya.
Dia mengatakan yang belum menerima keputusan merupakan individu pemilik tanah, yakni atas nama Slamet.
Sutarno menerima penjelasan saat diskusi kemarin. Semua prosedur sudah disampaikan sejak awal tahapan kepada pemilik lahan.
Haryono memastikan tidak ada pembebasan lahan lagi pada 2022. BPSMPS memberikan solusi kepada pemilik lahan yang tidak ikut sampai tahap pencairan tahun ini. Namun, BPSMPS juga tidak memberikan jaminan atas solusi tersebut.
“Tetapi mungkin 2023 kami bisa mengajukan anggaran dan disetujui maka lahan milik pak Sutarno dan Pak Slamet untuk lahan prioritas untuk kami bebaskan. Melihat ketersediaan anggaran,” jelasnya. Wardoyo