SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kalangan pedagang di Taman Harmoni Hutan Kota Plumbungan, Karangmalang, Sragen mengeluhkan sistem pengelolaan PKL di lokasi itu yang dinilai tidak tertata.
Dampaknya, pengunjung yang sebelumnya ramai kini jadi sepi akibat kebijakan beberapa pihak yang tak sinkron. Hal itu berimbas pada omset pedagang yang saat ini merosot drastis.
Keluhan itu terungkap saat mereka beraudiensi dengan anggota Komisi IV DPRD Sragen, Fathurrohman, di lokasi Taman Harmoni Hutan Kota Plumbungan, Minggu (10/10/2021).
Ada sekitar 15 pedagang dan perwakilan pengurus paguyuban yang hadir dalam audiensi terbuka itu.
Salah satu pedagang, Ayub (30) asal Dukuh Karang, Kroyo menuturkan ia termasuk pedagang yang awal merintis jualan di lokasi taman hutan kota Plumbungan.
Kala itu, hanya ada beberapa pedagang dari sekitar, namun setelah ramai mendadak banyak pedagang luar yang ikut jualan.
Karena ketidakjelasan pengelolaan, akhirnya pedagang lama justru tersingkir.
“Waktu itu sampai ada 70an pedagang luar yang masuk. Ketika ada masalah, pengelola malah pergi. Dulu ramai sekali, setelah ada kebijakan sepeda onthel ditariki parkir Rp 1000, sekarang jadi sepi. Bahkan pernah saya jualan seharian cuma dapat Rp 1000. Makanya kami inginnya ada wadah resmi untuk pedagang dari dinas. Biar dikelola resmi dan ramai lagi,” paparnya.
Senada, pedagang lainnya, Fuad (51) dari Karang Bendo, Kroyo menuturkan sebelum ada pengelola, pengunjung sangat ramai dan pedagang bisa mendapat penghasilan lumayan.
Namun setelah muncul kebijakan parkir onthel ditarik retribusi, pengunjung dari anak-anak dan warga yang gowes akhirnya jadi kapok.
“Sebelum ada pengelola, saya jualan jam 07.00 WIB sampai jam 15.00 WIB, hasilnya lumayan. Sekarang sejak sepeda onthel ditariki itu, lama-lama pengunjung berkurang drastis. Kami nggak tahu ide siapa itu. Makanya kami ingin jalan terbaik biar ramai lagi. Dulu yang jualan cuma 5 orang, sekarang jadi 13an orang,” tukasnya.
Ditunjuk dari Kelurahan
Korlap Pengelola Lapangan PKL Taman Harmoni Hutan Kota, Feri Cahyadi mengakui dirinya ditunjuk sebagai pengelola dari kelurahan lewat SK Lurah Budiyanto.
Sebelumnya sempat ditawarkan ke lingkungan sekitar tidak ada yang mau akhirnya dikelola Karang Taruna Dukuh Karang.
Berdasarkan SK Lurah itu, pengelolaan dijalankan dengan menarik retribusi awal Rp 2.000 seminggu kemudian naik jadi Rp 5000 perminggu melalui rembug dengan pedagang.
Retribusi itu untuk membayar listrik dan kebersihan. Selama ini hasil retribusi juga dilaporkan ke Lurah Plumbungan dan selama 2 bulan PPKM tidak dapat pemasukan karena ditutup.
“Dulu kami yang nunjuk pihak kelurahan atas dasar rekomendasi dari DLH katanya pengelolaan dikembalikan ke kelurahan. Ini ada surat SK dari Pak Lurah juga. Retribusinya kita laporkan ke Pak Lurah, tapi uangnya masih di kami,” ujarnya.
Sementara, pedagang lain, Agus Winarto (50) sangat berharap ada payung hukum dari dinas terkait secara resmi. Kemudian ditunjuk pengelola dan kebijakan resmi sehingga pedagang bisa berjualan aman dan nyaman.
“Pengelolanya siapa terserah, retribusi manut, tapi yang penting ada payung hukum resmi dari dinas perdagangan. Sehingga tidak ada salah paham terus dan pedagang bisa jualan dengan nyaman,” ujar pria yang juga Ketua Paguyuban Pedagang Rukun Makmur di Karangmalang itu.
Menyikapi polemik itu, Fathurrohman menilai sebenarnya lokasi Hutan Kota itu punya potensi besar jika dikelola dengan baik. Ada potensi gantangan tiap Minggu, potensi wisata dan menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat.
Namun akibat ketidaksinkronan pengelolaan sehingga kini justru tidak berkembang.
Desak Pemkab Turun Tangan
Karenanya pihaknya mendesak Pemkab segera turun tangan melakukan tindaklanjut persoalan tersebut.
Sebab Taman Harmoni Hutan Kota itu adalah aset Pemkab sehingga pengelolaannya mestinya diatur resmi dan dikembangkan.
Dengan begitu diharapkan tidak ada polemik lagi, bisa ramai dan pedagang lebih sejahtera.
“Ada 3 dinas yang terkait, yaitu Dinas Perhubungan, Dinas LH, Dinas Perindag dan mungkin juga Dinas Pariwisata. Kami lihat SK dari Lurah itu juga tidak cukup kuat karena tidak diatur secara jelas retribusinya, kemudian parkirnya gimana. Akhirnya muncul problem dan mereka menyampaikan aspirasi. Ini aset Pemkab dan kalau dikelola dengan baik bisa berkembang. Bagaimanapun pedagang ini adalah warga Sragen yang ingin mencari rejeki di sini. Makanya Pemkab harus memfasilitasi,” jelasnya.
SK Tak Kuat
Jika dikelola dengan baik, dinas bisa mengajukan anggaran untuk pengelolaan misalnya menambah fasilitas musala dan lainnya.
Sembari menunggu respon dinas, pedagang diberi kesempatan menunjuk pengurus transisi. Pengurus itu yang diminta mengelola termasuk retribusinya sampai ada keputusan resmi dari dinas.
“Kami menilai SK Lurah itu nggak kuat, akhirnya retribusi yang ditarik juga bisa dikatakan ilegal,” tandasnya.
Terpisah, Sekda Sragen Tatag Prabawanto mengaku belum menerima laporan terkait polemik di Taman Harmoni Hutan Kota itu. Menurutnya nanti akan dikaji terlebih dahulu persoalan yang muncul dengan melibatkan dinas terkait.
“Nanti akan diurai masalahnya apa dan dicari solusinya. Karena itu memang aset Pemkab, makanya harus dikaji lebih dulu secara matang. Segera nanti akan kami tindaklanjuti” tandasnya. Wardoyo