SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Puluhan siswa di SDN Kebonromo 3, di Desa Kebonromo, Kecamatan Ngrampal, Sragen terpaksa harus menerima nasib belajar dalam kondisi memprihatinkan di musala sekolah.
Hal itu terpaksa ditempuh lantaran kondisi ruangan kelas sudah rusak parah. Tercatat ada 4 lokal ruang kelas yang kondisi bangunannya sangat memprihatinkan.
Bahkan dua ruang yakni kelas 2 dan 4 sudah setahun lebih terpaksa dikosongkan karena nyaris ambruk.
Sementara dua kelas lainnya terpaksa masih difungsikan untuk pembelajaran siswa karena sekolah tak lagi punya alternatif ruang yang aman.
Akibatnya selain puluhan siswa harus belajar sambil klesotan di musala, sebagian lainnya juga belajar dalam kondisi dihantui rasa was-was.
Fakta miris itu terungkap saat anggota Komisi IV DPRD Sragen asal Ngrampal, Tono melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke SD tersebut, Rabu (24/11/2021) pagi.
Sidak digelar menyusul banyaknya keluhan dan aduan dari wali murid dan pihak sekolah atas kondisi bangunan yang semakin membahayakan.
“Miris melihatnya Mas. Anak-anak harus belajar di musala karena ruangan kelasnya rusak dan nyaris ambruk,” ujarnya saat pertama kali masuk ke SD itu.
Pantauan di lokasi, bangunan yang rusak parah ada 4 lokal atau ruangan. Dari 4 ruangan, 2 di antaranya yakni kelas 2 dan 4 sudah tidak bisa digunakan.
Kondisi kayu penyangga atap sudah patah sehingga atap dan genting sudah miring. Yang lebih parah, blandar bagian teras sudah patah dan patahan kayunya masih tergantung.
Tak kalah memprihatinkan, situasi bagian dalam juga sama parahnya. Beberapa bagian plafon sudah jebol, keramik di lantai sudah pecah dan sebagian lepas karena tanahnya naik dan amblas. Hampir semua kusen pintu dan jendela juga hancur dimakan rayap.
Kepala SDN Kebonromo 3, Sri Mulyati mengatakan sebenarnya ada 6 lokal atau ruangan yang rusak.
Kondisi kerusakan itu sudah berlangsung sejak tahun 2012 dan hingga kini belum tersentuh perbaikan.
“Yang rusak sebenarnya 6 lokal. Yang dua kelas kita ungsikan belajar di musala karena kayu atap sudah rapuh dan pada jatuh. Takutnya kalau ada angin pada ambruk. Kayunya juga sudah pangan totor (rayap) semua. Gentingnya sudah bergelombang karena kayunya patah. Gedungnya kalau dilihat sudah mayuk (miring). Sedih kami melihatnya Mas,” ujarnya.
Untuk menyelamatkan siswa, dua kelas yakni kelas 2 dan 4 sementara dialihkan untuk belajar di musala yang lokasinya agak jauh dari kelas yang rusak.
Itu terpaksa dilakukan meski dirasa kurang nyaman karena lokasinya sempit. Belum lagi potensi kerumunan karena siswa harus belajar klesotan di lantai Musala.
“Harusnya di masa pandemi memang tidak boleh berdekatan, tapi ya terpaksa. Namun tiap masuk dan mau pulang kita cek suhu anak-anak. Sebenarnya kami juga was-was dengan kondisi ini tapi mau bagaimana lagi,” terangnya.
Sementara dua kelas lain yang berdekatan dengan kelas 2 dan 4, terpaksa masih digunakan karena sudah tidak ada alternatif ruangan lain yang aman.
Kalau Hujan Banjir
Meski begitu pihaknya selalu was-was karena kondisi bangunan juga sudah rusak. Belum lagi jika turun hujan deras, ruang kelas sering kebanjiran karena posisi halaman lebih tinggi sehingga air masuk ke kelas.
“Kami sampai buat bendungan di depan kelas untuk mencegah air dari halaman masuk. Dulu pernah pas hujan deras, kelas kebanjiran. Terpaksa sore-sore kita masuk untuk menyelamatkan buku-buku,” ujarnya.
Sri menambahkan total siswa di SD-nya sebanyak 87 anak. Untuk siswa yang diungsikan ke musala ada 29 siswa terdiri dari 13 siswa kelas 2 dan 16 siswa kelas 4.
Kerusakan itu sebenarnya sudah dilaporkan berulangkali ke dinas setempat. Namun hingga kini harapan adanya perbaikan belum juga direspon.
“Saya sudah dua kali sudah laporan. Laporan ke korwil, dan sudah ditindaklanjuti ke dinas. Namun belum ada perbaikan sampai sekarang,” terangnya.
Berharap Perbaikan
Beberapa guru di sekolah itu juga mengaku khawatir akan keselamatan siswa.
Salah satu guru senior, Pardi menyebut sudah setahun lebih dua ruang kelas yang rusak parah terpaksa dikosongkan.
“Itu pun kami masih was-was. Kalau ada anak yang nyelonong ke kelas yang rusak lalu kejatuhan. Karena kayu-kayu sudah banyak yang patah dan jatuh,” terangnya.
Seusai sidak, anggota Komisi IV DPRD Sragen, Tono mengaku sangat prihatin melihat kondisi bangunan sekolah di SD tersebut.
Legislator kelahiran Kebonromo itu juga menyayangkan lambannya respon dinas yang tak segera melakukan perbaikan padahal kerusakan sudah bertahun-tahun.
Padahal setahunya hampir tiap tahun ada anggaran untuk perbaikan sekolah rusak di Dinas Pendidikan. Sementara keberadaan SDN Kebonromo 3 sangat vital karena menampung siswa dari beberapa kampung.
“Harapan kami Pemkab melalui Dinas Pendidikan segera memprioritaskan pembangunan gedung yang rusak parah di SDN Kebonromo 3 ini. Apalagi sudah beberapa kali diajukan proposal perbaikan tapi belum ada realisasi. Apa harus nunggu korban baru diperbaiki?” ujarnya kesal. Wardoyo