Beranda Daerah Sragen Miris, Selama Pandemi 12.040 Warga Sragen Meninggal Dunia. Bulan Juli Paling Meledak...

Miris, Selama Pandemi 12.040 Warga Sragen Meninggal Dunia. Bulan Juli Paling Meledak 1.553 Orang Meninggal Dalam Sebulan

Adi Siswanto. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Pandemi Covid-19 ternyata berdampak signifikan terhadap angka kematian di Kabupaten Sragen.

Selama kurun 18 bulan pandemi menerpa dari awal 2020 hingga awal September 2021, total angka kematian warga mencapai 12.040 orang.

Meski tak semuanya meninggal akibat Covid-19 namun tren jumlah kematian itu mengalami peningkatan dibanding sebelum pandemi.

Fakta itu terungkap dari data kematian yang dicatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Sragen.

Berdasarkan data jumlah kematian yang tercatat di dinas itu, angka kematian sejak bulan Maret 2020 atau awal pandemi sampai akhir Agustus 2021 mencapai 12.040 orang.

Jika dirata-rata, jumlah kematian perbulan berkisar antara 500 sampai 700. Ledakan kematian tertinggi terjadi pada bulan Juli 2021.

Saat itu bersamaan dengan puncak kasus covid-19, angka kematian di Sragen tercatat meroket tiga kali lipat dari bulan sebelumnya, mencapai angka 1.553 orang.

“Itu memang jumlah angka kematian total yang dilaporkan ke kita melalui aplikasi yang ada di desa dan kecamatan. Angka kematian itu secara global, jadi tidak dirinci kematian yang karena Covid-19 berapa yang kematian biasa berapa,” papar Sekretaris Dispendukcapil Sragen, Wahana Wijayanto, Senin (22/11/2021).

Baca Juga :  Mantap! PAD Sektor PBB di Sragen Tembus 100 Persen, Ini Kata Bupati Yuni

Kepala Dispendukcapil Sragen, Adi Siswanto menguraikan data kematian itu merupakan angka kematian yang terekam dari laporan kematian dari desa hingga kecamatan.

Ilustrasi pemakaman Protokol Covid-19. Foto/Wardoyo

Mekanisme pendataannya, setiap ada kasus kematian, nantinya desa akan melaporkan melalui form F201. Data dari desa itu kemudian masuk ke kecamatan dan langsung terekap di Dispendukcapil.

“Jadi setiap kematian pasti akan tercatat karena desa akan melaporkan melalui input data di form F201 itu,” ujarnya.

Meski demikian, belum semua kematian itu kemudian berlanjut ke pembuatan akta kematian. Dari 12.040 kematian itu, baru 11.552 yang diterbitkan akta kematiannya.

Hal itu dikarenakan tidak setiap laporan kematian langsung ditindaklanjuti dengan pengajuan akta kematian dari ahli waris. Sehingga dinas tidak serta merta bisa langsung memproses.

“Nah inilah yang ke depan akan kita tindaklanjuti. Bagaimana agar nanti setiap laporan kematian secara otomatis bisa langsung dibuatkan akta. Ini baru kita pikirkan by sistemnya. Karena butuh dukungan sistem dan harus terkoneksi. Karena penerbitan akta kematian itu otomatis akan berdampak pada perubahan KK dan Adminduk lainnya. Makanya perlu disiapkan secara matang dulu,” tandasnya. Wardoyo