
Macapat merupakan puisi tradisional dalam bahasa Jawa yang disusun dengan menggunakan aturan tertentu. Penulisan tembang macapat memiliki aturan dalam jumlah baris, jumlah suku kata, ataupun bunyi sajak akhir tiap baris.
Seperti dituangkan dalam buku Macapat Tembang Jawa, Indah, dan Kaya Makna menyebutkan bahwa tembang macapat terdiri dari sebelas jenis, yaitu (1) maskumambang, (2) mijil, (3) sinom (4) kinanti, (5) asmarandana, (6) gambuh, (7) dandanggula, (8) durma, (9) pangkur, (10) megatruh, dan (11) pucung. Tiap-tiap tembang macapat tersebut mengisahkan kehidupan sejak manusia lahir hingga meninggal dunia. Setiap jenis tembang memiliki ciri-ciri atau watak tersendiri, seperti gembira, sedih, bijaksana, dan jenaka.
Dalam aturan tembang macapat, terdapat aturan guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan.
Guru gatra merupakan banyaknya jumlah larik (baris) dalam satu bait. Misalnya baris I, II, III, IV dan seterusnya.
Guru lagu merupakan persamaan bunyi sajak pada akhir kata dalam setiap baris. Bunyi lagu pada akhir gatra –a, i, u, e, o– itu disebut ‘dong dinge swara’ atau bersajak a, i, u, e, o.
Guru wilangan merupakan banyaknya jumlah suku kata (wanda) dalam setiap baris.
1. TEMBANG MACAPAT MASKUMAMBANG
Tembang macapat Maskumbang menceritakan tahap pertama dalam perjalanan hidup manusia. Tembang Maskumambang menceritakan sebuah filosofi hidup manusia dari mulainya manusia diciptakan. Sosok manusia yang masih berupa embrio di dalam kandungan, yang masih belum diketahui jati dirinya, serta belum diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan.
Tembang Maskumambang memiliki 4 gatra dengan susunan 12-i; 6-a; 8-i; dan 8-a. Inilah contoh Tembang Maskumambang.
Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi,
ha nemu duraka,
ing donya tumekeng akhir
tan wurung kasurang-surang
Makna tembang tersebut memberitahukan akibat seseorang yang tidak patuh terhadap orang tua. Seorang anak yang durhaka tentu akan mendapatkan kesengsaraan, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
2. TEMBANG MACAPAT MIJIL
Mijil berasal dari kata bahasa Jawa
wijil yang bermakna ‘keluar’. Tembang Mijil memiliki makna saat anak manusia terlahir ke dunia dari rahim ibunya. Tembang ini memiliki 6 gatra dengan struktur 10-i; 6-a; 10-e; 10-i; 6-i; dan 6-u. Berikut ini contoh Tembang Mijil.
Dedalanne guna lawan sekti,
kudu andhap asor,
wani ngalah dhuwur wekasane,
tumungkula yen dipundukanni,
ruruh sarwa wasis,
samubarangipun,
Makna tembang di atas adalah menceritakan mengenai bagaimana menjadi sosok orang yang baik, rendah hati, dan juga ramah.
3. TEMBANG MACAPAT SINOM
Sinom juga berarti isih enom (masih muda). Tembang macapat Sinom melukiskan masa muda, masa yang indah, serta masa penuh dengan harapan dan angan-angan. Tembang macapat ini menggambarkan arti pentingnya masa muda. Sinom memiliki 9 gatra dengan susunan 8-a; 8-i; 8-a; 8-i; 7-i; 8-u; 7-a; 8-i; 12a. Inilah contoh Tembang Sinom.
Nuladha laku utama,
tumraping wong tanah Jawi,
wong agung ing Ngeksiganda,
panembahan Senapati,
kepati amarsudi,
sudane hawa lan nepsu,
pinesu tapa brata,
tanapi ing siyang ratri,
amemangun karyenak tyas ing sasama.
Arti tembang:
Contohlah perilaku utama,
bagi kalangan orang Jawa (Nusantara),
penguasa dari Ngeksiganda (Mataram),
panembahan Senopati,
yang selalu tekun,
mengurangi hawa nafsu,
dengan jalan prihatin (bertapa),
baik siang maupun malam,
selalu berkarya membuat tenteram bagi sesama
4. TEMBANG MACAPAT KINANTI
Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun
‘bimbing’ yang berarti bahwa kita membutuhkan tuntunan atau bimbingan. Tembang Kinanti mengisahkan kehidupan seorang anak yang membutuhkan tuntunan untuk menuju jalan yang benar. Tembang ini memiliki 6 gatra berstruktur 8-u; 8-i; 8-a; 8-i; 8-a; 8-i. Di bawah ini adalah contoh Tembang Kinanti.
Marma den taberi kulup,
angulah lantiping ati,
rina wengi den aneda,
pandak-panduking pambudi,
bengkas kahadaning driya,
supaya dadya utami.
Arti tembang:
Oleh karena itu rajinlah anakku,
berlatih menajamkan perasaan,
siang malam berusaha,
berusahalah selalu,
meredam nafsu pribadi,
agar menjadi utama/mulia.
5. TEMBANG MACAPAT ASMARANDANA
Tembang Asmarandana berasal dari kata asmara ‘asmara’ dan dahana ‘api’ yang berarti ‘api asmara’ atau ‘cinta kasih’. Tembang ini mengisahkan perjalanan hidup manusia yang berada pada tahap memadu cinta kasih dengan pasangan hidupnya. Selain itu, juga dikisahkan cinta pada alam semesta dan cinta kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
Tembang Asmarandana memiliki 7 gatra dengan struktur 8-i; 8-a; 8-e; 8-a; 8-a; 8-u; 8-a. Inilah contoh Tembang Asmarandana.
Gegaraning wong akrami,
dudu bandha dudu rupa,
amung ati pawitané,
luput pisan kena pisan
yen ta gampang luwih gampang,
yen angèl angèl kalangkung,
tan kena tinumbas arta.
Makna tembang tersebut yakni jangan sampai memilih jodoh hanya mengandalkan kecantikan, ketampanan wajah atau karena kekayaan harta benda. Berumah tangga itu sekali pilih untuk selamanya. Kebahagiaan dalam sebuah keluarga tak dapat ditukar dengan harta atau benda.
6. TEMBANG MACAPAT GAMBUH
Gambuh memiliki arti cocok atau jodoh. Karena kecocokan itulah dua insan akan mengarungi hidup seiring sejalan. Tembang Gambuh ini menceritakan seseorang yang telah bertemu pasangan hidupnya. Mereka bertemu jodoh dan menjalin ikatan pernikahan. Tembang Gambuh
menggambarkan keselarasan dan sikap bijaksana.
Gambuh memiliki 5 gatra dengan susunan 7-u; 10-u; 12-i; 8-u; 8-o. Berikut ini contoh Tembang Gambuh.
Tutur bener puniku,
- Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
- Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
- Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
- Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com